CIBINONG, TODAY– Sulitnya meningkatkan angka Rata-rata Lama Sekolah (RLS) di KabupatÂen Bogor tak lepas dari minimÂnya kesadaran masyarakat untuk menyekolahkan anaknya hingga lulus Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau wajib belajar sembiÂlan tahun.
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor, TB Luthfie Syam mengungkapkan, alasan masyarakat yang tidak menguÂtamakan sekolah tak lepas dari tingginya biaya untuk menemÂpuh pendidikan yang layak.
Selain itu, Luthfie memperkiÂrakan masih adanya kesenjangan antara lulusan SD dengan keterseÂdiaan bangku di SMP. Namun, itu bukanlah alasan utama, karena masih ada sekolah-sekolah swasta hingga program kejar paket.
“Kalau masalahnya ada di kurangnya ruang belajar, kan bisa dibikin dua shift pagi dan siang. Nah, pemerintah bisa saja menambah insentif untuk guru-gurunya kalau ada penambahan jam mengajar. Tapi, masalahnya tidak semudah itu, banyak faktor-faktor lain,†kata Luthfie, Rabu (18/5/2016).
Saat ini, Disdik masih menginÂvestarisir data-data kekurangan ruang belajr di Kabupaten Bogor. Termasuk berkoordinasi dengan Departemen Agama. Karena, Madrasah Tsanawiyah (MTs) pun masih kekurangan.
“Kami juga mau menyadarÂkan sekolah-sekolah swasta agar lebih fleksibel. Karena, pendidiÂkan merupakan hak setiap orang. Dan permasalahan di dunia penÂdidikan harus diselesaikan bersaÂma-sama,†kata dia.
Luthfie menjelaskan, Disdik memiliki dua indikator dalam mewujudkan visi Kabupaten BoÂgor termaju di Indonesia. Yakni pengentasan angka buta huruf dan menuntaskan RLS sembiÂlan tahun. “RLS masih jadi maÂsalah memang. Tapi kalau melek huruf, sudah diatas 90 persen,†pungkasnya.
Soal kesadaran memang jadi kendala yang juga cukup komÂpleks. Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum SMPN 4 Leuwiliang, Suparti mengungkapkan sebuah fakta miris. Di kawasan Kampung Pabangbon, Desa Cibeber II, masih banyak orang tua yang lebih meÂmilih anaknya menikah usai lulus SD ketimbang sekolah.
“Memang ada dan tidak seÂdikit yang seperti itu. SMPN 4 Leuwiliang juga program kelas jauh untuk uoaya jemput bola ke pelosok supaya masyarakat bisa mengenyam pendidikan SMP. Tapi, dengan infrastruktur ke sekolah kami dan sekolah kami juga punya gedung yang memaÂdai, kebiasan mengawini anak terutama perempuan di usia dini bisa diminimalisir,†tukas SuparÂti.
(Rishad Noviansyah)
Bagi Halaman