Selain harga, ada lagi masalah yang sering ditemui terkait Raskin ini. Paling sering, penerÂima Raskin adalah orang yang sangat berbeda dengan RTS yang berada di data. Kenapa seperti itu?
Ada dua kemungkinan, pertama pihak desa sudah diminta tagihan pembelian Raskin, seÂdangkan ada sekitar 5-10 orang yang terdaftar di RTS tapi tidak punya uang. Alhasil, perangÂkat desa mengambil kesimpulan, siapapun yang mau membeli beras ini silahkan, dengan catatan harga ditingkatkan sedikit. Keuntungan dari penjualan beras tersebut, diberikan sebÂagai bentuk bantuan atau sedekah untuk RTS tersebut. Sampai saat ini, masih dianggap wajar.
Kemungkinan kedua, ketika tengah melakuÂkan survey pihak desa tidak bertemu dengan RTS. Mungkin ke kebun, kerja, keluar kota atau mungkin jalan-jalan. Bertanya dengan tetangÂga, tapi tidak bisa meminta administrasi, sepÂerti KTP dan KK. Hasilnya, beberapa RTS yang angkanya sudah tercatat, tidak ikut terdaftar. Untuk memenuhi angkanya, masuklah nama-nama lain untuk menggantikan RTS tersebut.
Kalau yang masuk adalah warga lain yang tidak termasuk kategori miskin, tapi termasuk ke rawan kemiskinan, maka keputusan Kades atau lurah tersebut masih bisa dikatakan (lagi) wajar. Tapi, kalau yang masuk adalah keluarÂganya sendiri, dan tidak begitu miskin, malah masuk kategori menengah, maka keputusan kades tersebut bisa dikatakan salah.
Raskin sebaiknya tidak untuk terus-teruÂsan. Tapi, selama Raskin masih disalurkan, maÂsyarakat perlu ikut memantau agar tidak ada permasalahan dalam distribusinya, hingga ke tangan RTS. Jika masyarakat tidak kritis, beras bantuan dari pemerintah pusat itu akan terus-terusan blunder karena salah sasaran.(*)