JAKARTA, TODAY—Pemerintah akan mengganti program Beras Miskin (Raskin) ke program vouchÂer pangan. Kebijakan ini dilakukan karena banyaknya kasus Raskin yang kurang tepat sasaran. DenÂgan adanya voucher pangan diÂharapkan bantuan pangan dapat tepat sasaran dan juga dapat meÂmacu gairah ekonomi mikro.
“Raskin banyak kelemahan. Sudah banyak aneka inisiatif dilakuÂkan untuk mereform. Raskin ingin kita ubah dengan memberdayakan usaha eceran rakyat,†ungkap Deputi III KSP Denni Puspa PurÂbasari saat diskusi Arah Kebijakan Voucher Pangan di Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (18/5/2016).
Saat ini tengah dirancang paÂyung hukum yang membawahi arah kebijakan pangan tersebut.
Sehingga diharapkan di awal 2017 mendatang voucher pangan dapat disebarkan kepada masyarakat kurang mampu. “Mei 2016 Kepres (KeputuÂsan Presiden) keluar sebagai guidÂance bagi Kementerian dan Lembaga,†jelas Denni.
Pemerintah juga menargetkan 15,5 juta masyarakat Indonesia bisa mendapatkan voucher pangan. NantiÂnya penggunaan voucher pangan dapat digunakan untuk membeli beras dan telur di pasar dan toko yang telah terÂdaftar untuk mencairkan voucher panÂgan tersebut. “15,5 juta rumah tangga sasaran nilai tertentu per bulan. Bisa ditebus untuk tidak hanya beli beras, bisa untuk telur pada harga pasar yang teregistrasi. Kita akan memastikan banÂyak pedagang yang mau berpartisipaÂsi meredeem voucher,†kata Denni.
Sehingga nantinya masyarakat yang kurang mampu mendapatkan asupan gizi yang seimbang dengan tidak hanya fokus kepada karbohidrat. Masyarakat juga diberikan keleluasaan dalam meÂnukarkan voucher pangan untuk kebuÂtuhan pangan mereka sehari-hari. “Ada banyak pilihan supaya dia bisa memiliki pangan apa yang akan dibeli, berapa banyak, dan di mana,†imbuh Denni.
Pengadaan voucher pangan ini juga akan mengurangi beban bulog dalam menyediakan komoditas pangan murah kepada maayarakat pra sejahtera. “Kita ingin menggeser peran Bulog, sehingga langsung dari ritel ke rakyat. Kalau swasÂta bisa melakukan ya swasta misalnya warungan,†pungkas Denni.
Menurutnya, pemerintah masih terus mengkaji program voucher pangan. SeÂhingga nantinya manfaatnya dapat diraÂsakan lebih baik oleh masyarakat dibandÂingkan program-progran sebelumnya. “Kita masih punya waktu memastikan implementasi ini,†tutup Denni.
Sementara, DPR RI menilai, program itu masih dianggap kurang pas apabila diterapkan di daerah-daerah terpencil yang masih mengandalkan komoditas pangan khas daerahnya. “Kalau mau kartu voucher ini bagus tapi alokasikan ke daerah-daerah yang konsumsi maÂsyarakatnya itu basisnya kepada pangan lokal seperti umbi-umbian dan sagu sepÂerti di Papua,†jelas Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Herman Khaeron di Cikini, Jakarta Pusat.
Pemerintah dianggap perlu meÂnambahkan varian pangan lain seperti umbi-umbian. Hal ini bertujuan agar masyarakat di daerah tetap menikmati makanan khas daerahnya tanpa perlu menggantinya dengan beras. “Misalnya kalau Raskin masuk di situ misalkan pakai voucher berarti ekuivalen dengan harga Raskin sehingga masyarakat bisa beli umbi-umbian sehingga masyarakat tidak perlu membeli beras di sana,†kata Herman.
Apabila kebijakan tersebut diterapÂkan, maka angka ketergantungan maÂsyarakat terhadap beras juga dapat menuÂrun. Tidak hanya itu, ragam pangan lokal juga dapat lebih beragan dengan tidak hanya bergantung dengan beras. “KaÂlau situasi ini ada alias harga beras stabil maka konsumsi beras bisa diturunkan. Ini bakal menggairahkan produksi panÂgan lokal,†pungkas Herman.
Selain meningkatkan produksi panÂgan, pemerintah juga perlu menjamin ketersediaan pangan pokok selama buÂlan suci Ramadan. Ketersediaan pangan perlu dijaga dari sebelum puasa sampai selesai lebaran, karena pada umumnya terjadi peningkatan permintaan di masa tersebut.
Antisipasi Bulan Puasa
Herman menambahkan, ada beberÂapa komoditas pangan yang wajib dipasÂtikan ketersediannya, antara lain beras, daging, dan juga ikan. Ketiga komoditas tersebut menjadi bahan pangan yang paling laris di pasaran. “Pertama adalah beras, ini mutlak harus tersedia cukup. Kedua adalah daging dan ikan karena ini akan jadi komoditas tahunan yang permintaannya akan sangat meningkat tinggi dan tentu suplainya harus juga disesuaikan dengan permintaan,†jelas Herman.
Apabila terjadi lonjakan permintaan yang dahsyat, maka pemerintah perlu menarik pasokan masa mendatang unÂtuk memenuhi kebutuhan selama puasa dan lebaran. “Bahkan kalau memungÂkinkan alokasi kuota untuk daging yang dialokasikan untuk memenuhi Ramadan dan Idul Fitri ini,†terang Herman.
Pihaknya memperkirakan akan terÂjadi lonjakan harga pangan sampai 20% saat puasa dan lebaran tahun ini. “KaÂlau mengukur timw series di masa lalu itu kebaikannya 10% sampai 20%. Kita jaga iangan lebih daripada itu, kalaupun faktor tahunan mempengaruhi harga maksimum 10%,†tandasnya.
(Yuska Apitya Aji)
Bagi Halaman