“Yang berbeda itu jumlah bornya saja. Untuk ukuran, bentuk dan kesulitannya juga sama. Namun yang lebih membedakan adalah sejarahnya, dulu sejarahnya yang memegang kujang ciung mata 9 adalah raja, yang memeÂgang ciung mata 5 adalah adipati,†terang WaÂhyu.
Tidak hanya pandai membuat kujang, naÂmun Wahyu juga sangat paham sejarah dari kuÂjang. Dirinya menyayangkan, jika banyak para pengrajin yang hanya membuat kujang namun tak paham dengan sejarah kujang. “Semua orang bisa membuat kujang, tapi seharunya jangan hanya bisa membuat, tapi juga harus paham dengan filosofi sejarahnya. Untuk jenis kujang sendiri memiliki 7 jenis yang berbeda,†ungkapnya.
Selain memproduksi kuÂjang dalam bentuk sebenarnya, Wahyu juga memproduksi perÂnak-pernik kujang seperti plakat, miniatur Tugu Kujang Bogor, pin, hiasan dinding, kalung, hingga ganÂtungan kunci.
Secara pribadi, Wahyu berharap agar masyarakat khususnya generasi muda bisa ambil bagian dalam pelestarian salah satu peninggalan leluhur khususnya suku Sunda.
“Saya sangat membuka bagi siapapÂun yang mau datang ke sini untuk sharÂing ilmu, agar kujang tetap lestari. Justru saya senang jika ada anak muda mau belajar dan mencintai filosofi sejarah budaya,†terang Wahyu.