Kabar akan datangnya keÂmenangan Islam adalah janji Allah dan kabar gembira bagi kaum muslimin di dunia. Islam sebagai rahmat alam semesta dan seluruh manusia di bumi tak perlu lagi diperdebatkan lagi keÂbenaranya (QS Al Anbiyaa : 107 dan Saba : 28). Kaum kafir akan terus melakukan teror dan keruÂsakan kehidupan di muka bumi sebagai bagian dari keyakinan teologis kaum muslimin jelas tercantum dalam wahyu Allah. Yang haq dan yang batil akan selalu berbenturan dan kelak yang haq dimenangkan oleh AlÂlah telah menjadi kenyataan sejarah. Semua Nabi dan Rasul utusan Allah delalu dihadapkan dengan kebatilan harus mereka hapuskan dari muka bumi ini. Kaum muslimin diminta untuk membela agama Allah, jika ingin mendapatkan pertolongan Allah dan meneguhkan pijakan sistem kehidupan yang akan membawa rahmat bagi alam semesta (QS Muhammad : 7).
Dengan demikian menghaÂdap-hadapkan kebesaran dan keÂmuliaan Islam bagi kesejahteraan kehidupan dunia ini dengan PanÂcasila tidaklah relevan bahkan tidak sebanding. Khilafah Islam sebagai tanda kemenangan IsÂlam di muka bumi memiliki basis teologis dan historis yang kuat. Adapun Pancasila adalah konsenÂsus filosofis lokal yang hanya ada di Indonesia. Dengan demikian Pancasila tak perlu diperdebatÂkan apakah Islami atau sekuler. Jika Pancasila diklaim Islami tenÂtu mencederai penganut agama lain bukan ?
Pancasila adalah seperangkat filosofi hidup (set of philosofy) yang sifatnya terbuka. Setiap orang dengan mudah bisa menÂgatakan bahwa dirinya adalah seorang pancasialis berdasarkan tafsiran masing-masing secara subyektif. Bahkan setiap orang juga bisa menilai orang lain tiÂdak pancasilais dengan tafsiran yang subyektif pula. Di negeri ini agama yang jelas-jelas memiÂliki ‘tuhan banyak’ pun tetap bisa menyebut agamanya pancasilais. Aliran-aliran yang telah difatÂwakan sesat oleh MUI pun tidak pernah tidak pancasilais oleh toÂkoh-tokoh agama lain. Pun Islam yang jelas bertuhan esa bisa diniÂlai justru tidak pancasilais.
Masih ada sederet fakta lagi. Lepasnya Timor Timur dari NKRI tidak ada yang meneriaki bahwa itu kebijakan yang menyalahi Pancasila. Produk perundang-undangan yang liberal, kapitalis dan menyengsarakan rakyat tak banyak dikritik dari sudut panÂdangan ‘ideologi Pancasila’ ini oleh anggota dewan yang menÂgaku pancasilais. Karena sifatÂnya yang terbuka, akhirnya PanÂcasila sangat mudah ditafsirkan oleh siapapun, termasuk disalahÂgunakan dan ditunggangi untuk kepentingan yang sesungguhnya tidak pancasilais.
Penulis percaya sepenuhnya bahwa Salahudin Wahid adalah seorang ulama yang memiliki sikap keislaman yang kuat. Jika harus memilih apakah beliau seorang muslim atau pancasiÂlais, maka beliau lebih yakin meÂnyatakan dirinya sebagai seorang muslim. Sebab jika muslim pasti pancasilais, namun tidak semua yang pancasilais adalah seorang muslim.
Penting untuk disadari seÂbagai seorang muslim bahwa menjalani hidup secara islami di semua aspek kehidupan adalah ibadah dan amal sholeh yang menjadi kewajiban fundamenÂtal. Menjalankan perintah Allah adalah sebuah kewajiban. Dalam Islam ada kewajiban individual, jamaah dan ada pula kewaÂjiban institusi negara. Sholat dan puasa tentu merupakan kewaÂjiban individual seorang muslim, sedangkan memberikan sanksi atas pelanggaran hukum adalah kewenangan negara, tidak boleh main hakim sendiri.
Apapun ujian dan fitnah terÂhadap Islam, umat harus tetap istiqamah berjalan di atas jalan Islam. Umat tidak perlu memÂpermasalahkan Pancasila. Allah tidak akan menanyakan kelak di akherat apakah kita pancasilais atau bukan. Kita akan ditanya apakah tunduk kepada Allah atau ingkar kepadaNya. Status musÂlim, munafik dan kafir yang akan menjadi indikator penilaian di akherat kelak.
Umat harus bersikap hati-hati dan proporsional dalam mengÂhadapi setiap hegemoni wacana yang dibangun oleh Barat. Tidak semua harus ditolak, tapi tidak semua juga harus diterima. Allah menyuruh kita untuk melakukan tabayyun secara seksama terÂhadap setiap berita yang datang dari Barat. Para tokoh Islam haÂrus memiliki pandangan yang jernih dengan landasan Qur’an suci. Sebab pendapat para tokoh muslim akan menjadi panutan bagi masyarakat muslim yang lain dan akan dipertanggungjawÂabkan kelak di hadapan Allah.
Islam sesungguhnya memiliki nilai-nilai universal yang diakui kemuliaanya bukan hanya oleh kaum muslimin melainkan juga oleh para cendekiawan dan fiÂlosof Barat baik secara normatif, historis dan empirik. Di IndoneÂsia, sejarah panjang membuktiÂkan bahwa nilai-nilai pancasila tidak kompatibel dengan ideologi kapitalisme yang sekuleristik abai terhadap nilai agama atau dengan ideologi komunisme yang anti agama. Kedua ideologi transnasiÂonal ini terbukti telah mereduksi bahkan menghancurkan nilai-nilai luhur Pancasila itu sendiri.
Dengan warna nilai-nilai uniÂversal Islam, maka masyarakat berketuhanan, kebersatuan, berkeadilan, berkeadaban, dan keÂsejahteraan yang tertera dalam Pancasila justru bisa diwujudkan dengan sempurna untuk seluruh warga negara. Bahkan Islam akan menjangkau kesejahteraan bagi seluruh alam semesta. Karena itu harmonisasi Islam dan Pancasila adalah sebuah keniscayaan. SeÂbab sekali lagi, tidak ada yang salah dengan Pancasila apalagi Islam. Catatannya negeri ini haÂrus melakukan revolusi sistemik, bukan hanya sebatas revolusi mental. (*)