Nia S. Amira
[email protected]
Saya bertemu Su Tomesen, perupa multi bakat yang berasal dari Amsterdam secara tidak sengaja saat saya mencoba mencari seseorang di Erasmus Huis, Pusat KebudayÂaan Belanda di Jakarta (15/3). Su menampilkan pameran solonya, yang disebut “Jejak†dari 17 Maret – 27 April 2016. Pameran ini meÂnampilkan 87 foto yang memungÂkinkan kita untuk menonton warna bar, video tentang tukang cukur dan film tentang jalanan. Artis berusia 46 tahun ini fokus pada informasi perkotaan dan jejak intervensi manusia di sekÂtor informal yang berada di kota-kota dan menapaki jejak dengan cerdik di ruang publik dan dia telah bekerja untuk karyanya ini sejak tahun 2005.
Su, adalah nama singkat dari Susan dan dia telah mulai menÂjadi dosen tamu di Sandberg InÂstitute Amsterdam pada tahun 2006. Dia telah membentuk kerja profesionalnya di bawah SU ME PROUD sebagai Direktur / PemiÂlik lembaga tersebut dan melalui karir profesionalnya, Su telah bekerja dengan banyak Lembaga seperti untuk a.o. Museum De Lakenhal, CPNB, OBA, Melkweg, Netherlands Architecture InstiÂtute.
Dia telah menjalani karir Fotografer profesionalnya sejak tahun 1999 hingga saat ini untuk a.o. De Volkskrant, Orlando festiÂval, Kunstbeeld, dan KIT LandenÂreeks.
Su lebih dari sekedar seorang seniman dan ia mencuat di berbagai media online setelah mendatangi lokasi ledakan bom beberapa hari setelah kejadian. artis yang berani ini mendapatÂkan gelar MA pertamanya dalam bidang Sejarah Budaya dari UniÂversitas Utrech kemudian pada tahun 2007, dia mendapat gelar MA dalam bidang Fine Art dari Sandberg Institute Amsterdam.
Su berpartisipasi dalam beÂberapa pameran seperti “SeÂlamatan Digital†di Langgeng Art Foundation di Yogyakarta. “Wanderlust†di CBK Zuidoost di Amsterdam, “Oet der Sjtup in Schunck “di Heerlen. Pada tahun 2014, ia telah mulai membuat seri “Plastik Indonesia†dengan karya “Toko†dan “Rumah†di Amsterdam. Dia baru saja melunÂcurkan “Jalanâ€, sebuah flim yang menunjukkan desain sehari-hari dan sumber-sumber mata penÂcarian yang ada di jalan-jalan di Yogyakarta.
Karyanya yang disebut “toko†merupakan Intervensi di ruang publik yang merupakan bagian 1 dari seri “Plastik Indonesia†di mana dia bersepeda dengan puÂtrinya setiap Sabtu sore dari tangÂgal 7 sampai 27 Juni, 2014 meleÂwati jalan-jalan di Amsterdam Utara dengan toko berjalanya. Dia menawarkan produk plastik khas dari Indonesia, tanah kelaÂhiran suaminya, Teguh Hartato, seorang perupa yang dikenalnya pada tahun 2011. Mereka hidup di dua tempat, suatu saat di AmÂsterdam dan saat lainnya di YogÂyakarta.
Dia banyak melakukan perÂjalanan untuk karya-karyanya yang terdiri dari video, foto, dan instalasi. Bekerja di luar negeri berarti menempatkannya (sebÂagai orang Eropa), ide-idenya dan masuk dalam diskusi. Ia telah menjadi artist-in-resiÂdence di Belgrade, Amman, Johannesburg, dan Medellin. Dia juga bekerja untuk proyek video internasional di Port-au- Prince, Buenos Aires dan Rio de Janeiro. Dia mengajarkan lokaÂkarya video untuk organisasi-orÂganisasi seperti The One Minutes Foundation serta Unicef.
Su Tomesen membawa karya dan pengalamannya dari luar negeri ke Belanda, Indonesia dan tempat lainnya: Dia berkata “Kadang-kadang dia merasa sepÂerti Ambassador, dia menunjukÂkan saat dia bekerja dari JohanÂnesburg dan di Yerevan atau ia memperlihatkan video karyanÂyayang diproduksi di Kuba dan ditampilkan di Yogyakartaâ€. Karya seninya berkembang dari meneliti situasi lokal dan menÂgamati situasi tersebut. Latar belakangnya sebagai seorang sejarawan dan seorang direktur untuk televisi mengintegrasikan karyanya dengan baik. Dengan meneliti, dia memberitahu dirinÂya tentang topik penting. MenjeÂlajahi tempat-tempat, merendam dirinya, mengembangkan kerja baru dan memberikan kontribusi untuk komunitas seni lokal “Hasil dari penelitiannya mengarah ke suatu karya yang spesifik.
Selamat datang di kota metÂropolitan yang tercemar dan Su harus ditantang untuk mengÂhasilkan karyanya tentang samÂpah yang ada di Jakarta, Depok, dan Bogor. Tiga poin ini yang menghubungkan daerah dari JaÂkarta ke Propinsi Jawa Barat di mana sebagian besar para urban bekerja di Jakarta dan tinggal di Depok dan Bogor.
Bagi Halaman