KABUPATEN Bogor akhirnya berhasil meraih opini WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) untuk pmeriksaan tahun buku 2015 yang dilakukan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan). Ini merupakan kali pertama diraih kabupaten di bawah komando Bupati Hj Nurhayanti M.Si ini
RISHADNOVIANSYAH|YUSKA APITYA
Laporan tersebut diterima Presiden Joko Widodo ( Jokowi) dalam bundel Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LHP LKPP) Tahun 2015 dari BPK. Ada sejumlah kementÂerian yang mendapat penilaian jeblok.
Dari catatan BPK, sebelas pemerinÂtah daerah di Jawa Barat meraih opini WTP. Tujuh pemerintah daerah yaitu Banjar, Ciamis, Cianjur, Cimahi, MajaÂlengka, Sumedang, dan Kabupaten TaÂsikmalaya berhasil mempertahankan opini WTP pada tahun sebelumnya. Empat pemerintah daerah lainnya baru pertamakali memperoleh WTP
yaitu Kabupaten Bogor, Garut, Karawang, dan Purwakarta.
Opini WTP tersebut disampaikan KeÂpala Perwakilan BPK Provinsi Jabar ArÂman Syifa kepada ketua DPRD dan kepala daerah, di Auditorium Kantor BPK PerÂwakilan Jabar, Jalan Mohamad Toha, Kota Bandung, Senin 6 Juni 2016.
Pemeriksaan kali ini sudah menerÂapkan Peraturan Pemerintah No 71/2010 tentang Standar Akutansi Pemerintahan, dimana tahun 2015 merupakan tahun perÂtama bagi pemerintah daerah di seluruh Indonesia menerapkan akutansi berbasis akrual, yakni penetapan sistem akutansi pada penyajian laporan keuangannnya. “Opini WTP mer upakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaÂran laporan keuangan, bukan merupakan jaminan tidak adanya fraud yang ditemui ataupun kemungkinan timbulnya fraud di kemudian hari,†kata Arman.
Ia mengakui, beberapa masalah maÂsih ditemui dalam akuntasi berbasis akrual yang dihadapi pemerintah daeÂrah. Di antaranya masalah penyusunan, masalah penyajian dana BOS, dan dana lain di luar APBD. “Adapun temuan yang perlu mendapat perhatian di beberapa pemerintah daerah di antaranya adalah pembukaan rekening oleh bendahara SKPD tanpa melalui persetujuan kepada daerah atau BUD, aset tetap tanah yang dimiliki pemda yang belum bersertifikat, tanah fasos fasum yang belum diserahkan kepada pemda setempat, kesalahan aloÂkasi penganggaran dan pengelolaan PBB P2 setelah pemimpahan dari pemerintah pusat,†tutur dia.
Sesuai Pasal 20 UU No 15/2014 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, menurut dia, peÂjabat wajib menindaklanjuti rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan. PejaÂbat pun wajib memberikan jawaban dan penjelasan kepada BPK selambat-lambatÂnya 60 hari setelah laporan hasil pemerikÂsaan diterima melalui rencana aksi.
“BPK pun membuka kesempatan bagi pimpinan atau anggota DPRD yang meÂmerlukan penjelasan lebih lanjut terkait rekomendasi dan pelasaan action plan melalui pertemuan konsultasi,†ujar dia.
Menurut dia, pertemuan tersebut diÂharapkan dapat membantu fungsi pengaÂwasan para anggota DPRD dalam rangka bersama-sama mewujudkan akuntabilitas tata kelola keuangan daerah.
Terpisah, Bupati Bogor, Hj Nurhayanti M.Si tampak gembira mampu meraih preÂdikat WTP dari BPK. Menurutunya, haraÂpan meraih WTP telah diperjuangkan 11 tahun terakhir dan baru tercapai tahun ini.
“Terakhir Pemkab Bogor meraih WTP itu pada 2005. Maka, dengan Laporan Keuangan Daerah Kabupaten Bogor tahun 2015 bisa meraih WTP, kami akan terus pertahankan. Dengan kata lain, salah satu indikator penciri sebagai kabupaten termaÂju kembali tercapai dengan opini ini,†kata Nurhayanti.
Sementara itu, Ketua BPK Harry Azhar Aziz, mengatakan bahwa LHP tersebut seÂbelumnya telah disampaikan melalui suÂrat kepada DPR, DPD, dan Presiden pada 27 Mei 2016. “LHP atas LKPP Tahun 2015 terdiri atas tiga laporan utama, yaitu LHP atas Laporan Keuangan yang berisi opini BPK atas LKPP Tahun 2015,†katanya.
Selain itu, laporan yang disampaikan juga berisi LHP atas Sistem Pengendalian Intern (SPI) dan LHP atas kepatuhan terÂhadap peraturan perundang-undangan. Untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, kata Harry, BPK melengkapi laporan-laporan utama tersebut dengan laporan tambahan. “Laporan tambahan berupa Laporan HaÂsil Review atas Pelaksanaan Transparansi Fiskal Tahun 2015 dan Laporan PemanÂtauan Tindak Lanjut atas Hasil PemerikÂsaan LKPP Tahun 2007 sampai dengan 2014,†katanya.
Dalam realisasi APBN Tahun 2015, pemerintah melaporkan realisasi pendapatan sebesar Rp1.500,02 triliun atau tuÂrun 2,74 persen jika dibandingkan dengan 2014 sebesar Rp1.550,49 triliun.
Secara keseluruhan dari pemeriksaan atas 86 entitas pelaporan, BPK mengaprÂesiasi pemerintah, khususnya KementeriÂan Keuangan dan jajarannya, yang telah berupaya untuk menjaga kualitas laporan keuangan yang ditunjukkan dengan tidak signifikannya penurunan kualitas laporan keuangan pada penerapan pertama kali Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) berÂbasis akrual.
Menyikapi hal ini, Presiden Jokowi mengungkapkan, dibandingkan tahun sebelumnya memang ada perbaikan. Akan tetapi, harusnya tidak ada instansi pemerintah yang dapatkan opini tersebut ke depannya. “4 KL yang peroleh opini tiÂdak berikan pendapat atau TMP atau disÂclaimer tahun lalu disclaimer 7, sekarang 4,†kata Jokowi di Istana Negara, Jakarta, kemarin.
Empat KL tersebut adalah KementÂerian Sosial (Kemensos), Kementerian Pemuda Olahraga (Kemenpora), TVRI dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KomÂnas HAM). “Tahun lalu saya sebutkan KL mana, sekarang saya sebutkan lagi supaya diingat-ingat tahun depan tidak lagi. Ini perlu jadi catatan,†tegasnya.
Sementara itu, 56 KL memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), 26 KL memperoleh opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Secara keseluruhan, LKPP 2015 mendapat opini WDP.
Jokowi menambahkan, laporan keuanÂgan periode 2015 memang menggunakan sistem baru untuk menunjang sisi akurat. Ada tiga laporan tambahan, yakni terkait ekuitas, operasional dan perubahan SAL (Sisa Anggaran Lebih).
Jokowi meminta empat kementerian/lembaga (K/L) untuk memperbaiki aspek transparansi penggunaan anggarannya setelah BPK memberikan opini disclaimÂer atas penggunaan anggaran tahun lalu. “Diingat supaya tahun yang akan datang tidak lagi disclaimer. Ini perlu menjadi catatan empat instansi tadi,†ucapnya.
Mantan Walikota Solo menginstruksiÂkan seluruh K/L memperbaiki tata kelola keuangan terutama dalam mempertangÂgunjawabkan penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang berasal dari rakyat. “Saya tegaskan jangan ada yang bermain-main dengan uang rakyat,†ujar Jokowi usai menerima Laporan Hasil Pemeriksaan Atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LHP LKPP) 2015 dari BPK.
Tahun lalu, BPK memberikan opiÂni disclaimer kepada tujuh instansi pemerintah yaitu Ombudsman, Badan Informasi Geospasial, Kementerian PariÂwisata dan Ekonomi Kreatif, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, KementÂerian Komunikasi dan Informatika, Radio Republik Indonesia (RRI), dan TVRI.
Meski masih ada K/L yang mengeÂlola anggarannya dengan buruk, Jokowi mengapresiasi berkurangnya jumlah K/L penerima opini disclaimer dari BPK. TaÂhun 2015, Sebanyak 56 K/L peroleh WTP (Wajar Tanpa Pengecualian), 26 K/L WDP (Wajar Dengan Pengecualian). Hasil itu diÂdapatkan melalui penerapan pertama kali standar akuntansi pemerintah (SAP) berÂbasis akrual.
Hal ini berdampak pada bertambah tiga laporan, Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (LPSAL), Laporan OperaÂsional (LO), dan Laporan Perubahan EkuiÂtas (LPE). “Tahun lalu saya ragu ragu, tetaÂpi dari hasil yang disampaikan Ketua BPK, intinya bukan pada predikat yang diraih. Ini PR kita untuk meningkatkan akuntÂabilitas keuangan negara,†kata Jokowi.(*)
Bagi Halaman