“Puasa di Prancis jauh lebih berat daripada di Indonesia, taÂhun pertama saya tinggal disini semuanya terasa berbeda, saya harus terbiasa buka dan sahur sendirian, saya sering keleÂwatan waktu sahur karena tiÂdak ada membangunkan,†ujar staf Konsulat Jendaral RepubÂlik Indonesia (KJRI) tersebut.
Seiring berjalannya wakÂtu, dua tahun kemudian pria ini mulai memiliki relasi dan ternyata terdapat beberapa teÂmannya yang beragama musÂlim. “Mulai tahun lalu KJRI di Marseille selalu mengagenÂdakan jadwal buka bersama setiap hari minggu, puluhan WNI yang tinggal di kota ini juga rutin menghadirinya.
“Acara buka bersama di KJRI Marseille membuat saya merasa memiliki keluarga di sini, saya menganggap mereka saudara saya sendiri, biasanya kami meneruskan acara buka bareng sampai sholat taraweh, karena hanya saat acara tersebut saya bisa taraweh di masjid, lokasi rumah saya sangat jauh dari masÂjid, karena di sini jumlah masÂjid masih sedikit,†terangnya.
Kendati demikian, pria yang akrab disapa Gugum mengaku rindu untuk menjalankan ibaÂdah puasa di Indonesia, bukan hanya kepada keluarganya meÂlainkan tradisi-tradisi Islamik yang kental di Indonesia dan suasana pada saat ramadan.
“Di Indonesia saat menjelang ramadan pasti banyak televisi yang menayangkan acara dan iklan produk yang bernuansa raÂmadan, disini tidak ada acara dan iklan-iklan seperti di Indonesia, jadi kangen juga sama suasananÂya, mal dan supermarket di sini juga sangat beda, di sana biasanya mall memasang dekorasi-dekoraÂsi yang bernuansa ramadan, tapi itu engga bisa saya temukan disini, walaupun berpuasa di PerÂancis saya lebih mencintai untuk berpuasa di Indonesia,†pungÂkasnya. (Ananda Nasution)