BARU sebulan berjalan, Bank Indonesia (BI) telah membuat suatu kebijakan yang bisa dikatakan cukup revolusioner, yaitu mengganti instrumen kebijakan moneter terhadap suku bunga lembaga perbankan. Ditambah lagi, kebijakan penurunan suku bunga sebesar 0,25 %. Tentu ini menjadi stimulus bagi per­bankan untuk meningkatkan kredit untuk masyarakt.

Sejak pertengahan 2005, BI menggunakan BI rate sebagai instrumen utama kebijakan moneter terhadap suku bunga lembaga perbankan. Na­mun, sejak awal pemberlakuannya, BI rate seo­lah-olah tumpul dan tidak mampu memengaruhi dan mengendalikan besaran suku bunga lembaga perbankan.Selama ini BI rate menjadi suku bunga acuan bagi lembaga perbankan untuk menentukan tingkat suku bunganya baik suku bunga tabungan maupun suku bunga pinjaman.

Namun, posisi BI rate selama ini hanya sebagai suku bunga kebijakan yang lebih mencerminkan si­kap atau stance kebijakan moneter BI yang ditetap­kan BI dan kemudian diumumkan kepada publik. Oleh karena itu, sangat wajar jika efektivitas BI rate selama ini masih jauh dari yang diharapkan.

Bahkan beberapa hasil penelitian semakin men­guatkan hipotesis bahwa tidak ada hubungan antara BI rate dan suku bunga lembaga perbankan. Muncul­nya transmisi kebijakan moneter yang baru ini seti­daknya memunculkan secercah harapan bahwa in­strumen kebijakan moneter ke depannya akan labih bertaji dan mampu mendorong penurunan tingkat suku bunga kredit perbankan ke level satu digit.

Harapan akan lebih efektifnya transmisi baru ini cukup masuk akal mengingat BI 7-days repo rate ini memiliki beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan BI rate. Pertama, jika dibandingkan dengan BI rate, BI 7-days repo rate seharusnya memiliki ni­lai koefisien keterikatan yang lebih besar.

Jika BI rate selama ini hanya merupakan cerminan sikap BI, BI 7-days repo rate merupakan bagian dari transaksi keuangan BI dengan lembaga perbankan sehingga keterkaitannya akan sangat kuat. Kelebihan kedua yang dimiliki BI 7-days repo rate ialah tingkat suku bunganya yang lebih rendah daripada BI rate.

Saat ini tingkat suku bunga BI 7-days repo rate kembali diturunkan menjadi tingkat 5,5%, sedan­gkan BI rate diturunkan lagi di level 6,5%. Dengan demikian, penggunaan BI 7-days repo rate seharus­nya bisa lebih mendorong lembaga perbankan un­tuk menurunkan tingkat suku bunganya.

Selain dua kelebihan tersebut, penggunaan BI 7-days repo rate seharusnya juga bisa mendorong membanjirnya likuiditas di lembaga perbankan.

Melalui mekanisme deposito, lembaga per­bankan bisa menambah cadangan likuidnya se­hingga dana yang tersedia untuk disalurkan kepada pasar bisa lebih besar dan tentunya lebih murah. Dengan demikian, lembaga perbankan akan mem­berikan kontribusi yang lebih besar terhadap per­tumbuhan ekonomi Indonesia.

Namun, selain beberapa kelebihan yang telah disebutkan sebelumnya, penggunaan BI 7-days repo rate juga memiliki beberapa tantangan terutama jika dikaitkan dengan target penurunan suku bunga kredit perbankan ke level satu digit. Jika BI menjadi­kan BI 7-days repo rate sebagai instrumen utama un­tuk menurunkan tingkat suku bunga kredit perbank­an ke level satu digit, BI harus kembali bersiap dengan terulangnya kejadian ketika BI menggunakan BI rate.

Selama ini tingkat suku bunga kredit lembaga perbankan dibentuk beberapa variabel utama, yaitu cost of fund, tingkat risiko pasar, tingkat risiko nasa­bah, operational cost, kondisi persaingan pasar, dan tingkat net interest margin (NIM) yang diharapkan. Dengan kata lain, jika BI ingin menurunkan tingkat suku bunga kredit lembaga perbankan, BI harus bisa mengubah tingkat harga dari variabel-variabel tersebut. Suku bunga acuan yang dalam hal ini adalah BI 7-days repo rate hanya merupakan salah satu faktor pembentuk dari variabel cost of fund.

Cost of fund selama ini, selain dipengaruhi suku bunga acuan (BI rate), juga dipengaruhi faktor struktur dana perbankan. Dengan kata lain, selain menurunkan suku bunga acuan sebagaimana yang telah dilakukan sekarang, BI harus bisa mendorong supaya dana murah bagi lembaga perbankan terse­dia dalam jumlah yang besar.

Dana yang paling murah untuk lembaga per­bankan ialah jumlah tabungan dari masyarakat. Oleh karena itu, program-program yang diarahkan untuk mendorong masyarakat gemar menabung harus terus ditingkatkan. Variabel berikutnya yang memengaruhi tingkat suku bunga kredit bank ial­ah tingkat risiko pasar. Variabel itu berkaitan erat dengan kondisi makroekonomi.

Dengan kata lain, BI bersama pemerintah harus bisa menciptakan iklm ekonomi yang kondusif dan prospe­ktif sehingga penilaian bank terhadap risiko pasar bisa jauh berkurang, sedangkan penilaian bank terhadap risiko individu kreditor berkaitan dengan subjektivitas penilai risiko internal. Faktor itu sangat sulit dihindari karena berkaitan dengan penilaian pribadi kreditor. (*)

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================