JAKARTA, TODAY—Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menetapÂkan tahun 2016 sebagai tahun penindakan hukum pajak. Tahun ini, Dirjen Pajak juga meningkatÂkan kerjasama dengan Mabes Polri untuk melakukan penagiÂhan ke penunggak paÂjak pun digalakkan, salah satunya dengan penyanÂderaan paksa (gijzeling).
Direktur Pemeriksaan dan PenagiÂhan Pajak DJP, Angin Prayitno Aji, membidik Rp 60 triliun dari penungÂgak pajak sampai akhir 2016 ini. “TaÂhun kemarin Rp 33,6 triliun, tahun ini sekitar Rp 60 triliun. Mudah-mudahÂan (capai target), ngeri ini, tugas kita bersama, saat ini kita baru sekitar Rp 12 triliun,†jelas Angin ditemui di kanÂtor DJP, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Senin (20/6/2016).
Tak kurang akal, sambungnya, DJP saat ini sudah memperkuat kerja sama dengan penegak hukum untuk melacak dan memeriksa penunggak pajak. Pemaksaan akan dilakukan, termasuk tindakan gijzeling. “Kita paksakan upayakan bisa capai tarÂget, kita dengan Kepolisian dan juga dengan Kejaksaan sudah kerja sama. Bahkan kita juga dengan PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis TranÂsaksi Keuangan) juga sudah mulai merapat,†ujar Angin.
Menurut dia, kurangnya petugas penagihan pajak jadi hambatan DJP mengejar pengemplang pajak. Saat ini, baru ada 4.558 petugas penagih yang aktif. “Kita SDM kita kurang, fungsionaris kita 4.500-an. SemenÂtara kita dari ujung dari Sabang samÂpai Merauke, tapi kita tetap semangat, kita bukan jalan lagi, tapi akan berÂlari,†tandas Angin.
Gijzeling atau penyanderaan pakÂsa merupakan tindakan hukum teraÂkhir pada penunggak pajak. Upaya gijzeling umumnya dilakukan dengan menitipkan wajib pajak di rumah tahÂanan yang dibantu oleh kepolisian.
DJP sendiri merilis, sampai 10 Juni 2016 ini, telah melakukan penyanderÂaan atas 25 penunggak pajak dengan nilai tagihan Rp 106 miliar. Penunggak pajak akan diselediki setelah adanya laporan penyidikan dari laporan hasil pemeriksaan (LHP).
“Per 10 Juni kami sudah gijzeling 25 pengangguh pajak dengan nilai Rp 106 miliar. Meski belum semua dibayar, masih ada juga yang ditahan di rutan karena belum bayar. Tapi penegakan hukum kami tingkatkan,†kata Yoga.
Yoga mengungkapkan, untuk seÂmakin meningkatkan kepatuhan waÂjib pajak di tahun 2016 yang ditetapÂkan sebagai tahun penegakkan pajak, pihaknya hari ini melakukan penguaÂtan kerja sama dengan Polri, khuÂsusnya dalam gijzeling. Selama ini, Ditjen Pajak tidak memiliki kewenanÂgan melakukan penahanan pada pengemplang pajak dan harus meÂminta bantuan polisi. “Kesepakatan ini sudah sejak 2012. Awal tahun lalu, sekitar April ada pedoman kerja yang lebih konkrit bagaimana alur kerja sama itu, dan itu sudah memberiÂkan langkah-langkah konkrit, misal teman-teman di KPP (Kantor PelayanÂan Pajak) kalau gijzeling bagaimana prosedurnya,†pungkasnya.
Direktur Pemeriksaan dan PenagiÂhan Pajak DJP, Angin Prayitno Aji, menegaskan, pihaknya menargetkan setiap Kantor Pelayanan Pajak (KPP), bisa melakukan gijzeling setidaknya 2 orang penunggak pajak. “(Tahun 2016) sudah dilakukan kepada 25 penÂanggung pajak Rp 106 miliar. Kami targetkan masing-masing KPP, kami minta gijzeling 2 penanggung pajak,†ungkap Angin.
Dengan KPP yang berjumlah 230, jelas Angin, setidaknya sampai akhir tahun ada sekitar 600 orang yang dilakukan penyanderaan paksa oleh DJP dengan bantuan polisi. “Kalau ada 230 KPP, sekitar 600 lebih kami target untuk dilakukan gijzeling. Apa yg kami lakukan ini upaya terakhir. Sebenarnya kami sudah melakukan penagihan aktif mulai dari sita, penceÂgahan, dan lainnya. Kalau belum juga ada niat baik, gijzeling adalah upaya akhir,†terangnya.
Gijzeling atau penyanderaan pakÂsa merupakan tindakan hukum teraÂkhir pada penunggak pajak. Upaya gijzeling umumnya dilakukan dengan menitipkan wajib pajak di rumah tahÂanan yang dibantu oleh kepolisian.
DJP sendiri merilis, sampai 10 Juni 2016 ini, telah melakukan penyanderÂaan atas 25 penunggak pajak dengan nilai tagihan Rp 106 miliar. Penunggak pajak akan diselediki setelah adanya laporan penyidikan dari laporan hasil pemeriksaan (LHP).
Menurut Angin, tahun lalu denÂgan 4558 petugas penagihan yang ada, DJP bisa menyelesaikan sekitar 62.000 LHP. Beberapa di antaranya merupakan laporan khusus terkait dugaan pengemplangan pajak.
“Tahun 2015 kami selesaikan 62.00 LHP, nah ini bercampur antara pemeriksaan khusus dengan yang rutin. Yang rutin adalah lebih bayar, kalau khusus pemeriksaan atas data yang kurang pas dari yang dilaporkan wajib pajak. Dari jumlah pemeriksa 4.558 tadi akan fokus di khusus,†tanÂdasnya. (Yuska Apitya Aji)
Bagi Halaman