150226041933_jokowi_624x351_afpBOGOR, TODAY—Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi mem­batalkan sedikitnya 3.143 per­aturan daerah (perda) di se­jumlah daerah di Indonesia. Di pulau Jawa dan Bali, ada ratusan Perda yang dihapus Kemendagri. Sebagian besar Perda yang dihapus di Pu­lau Jawa berkai­tan dengan pen­gelolaan sumber daya alam. Di 6 provinsi di Pulau Jawa, Kemendagri menghapus lebih dari 400 Perda.

Di Kabupaten Bogor, ada empat perda yang di­coret, diantranya Perda Ten­tang Izin Gangguan Nomor 10 Ta­hun 2012, Perda Tentang Tata Cara Permohonan dan Persayaratan Izin Operasional Menara (IOM) tu­runan Perbub 41 Tahun 2011,

Perda Tentang Tanggung­jawab Sosisal dan Lingkungan Perusahaan (CSR) Nomor 6 Ta­hun 2013 dan Perda Pengelolaan Barang Milik Daerah Nomor 11 Ta­hun 2009.

Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan (Aher) menuturkan ada dua peraturan daerah (perda) di Provinsi Jawa Barat yang diha­pus oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo.

“Hampir semua provinsi ada (perda yang dihapus). Di provinsi ada dua (perda), itu pun satu su­dah dihapus oleh MK sebelum ada ini. Dua perda ini ada terdiri dari perda dan perkada (peraturan ke­pala daerah),” kata Aher, di Band­ung, Rabu (22/6/2016).

Ia menjelaskan perda yang dihapus di Provinsi Jawa Barat adalah perda yang berhubungan dengan investasi yakni Perda ten­tang Pertambangan dan perda tersebut telah dihapus oleh MK sebelum adanya keputusan dari Mendagri. “Satu lagi lupa. kita akan klarifikasi juga. Karena ka­lau perda itu ada pasal-pasal yang tidak tepat yang dianggap meng­hambat kan tidak dibatalkan kes­eluruhan perdanya,” kata dia.

Menurut dia, Biro Hukum dan HAM Setda Provinsi Jawa Barat di­undang oleh Kementerian Dalam Negeri di Jakarta, Kamis, untuk membahas lebih lanjut adanya perda yang dihapus di Jawa Barat.

BACA JUGA :  Restoran Ramen Populer di Bogor, Hotmen Puaskan Selera dan Perut Para Penggemar

“Jadi Kamis besok biro hu­kum diundang oleh Kementerian Dalam Negeri untuk menyosial­isasikan perda-perda itu. Perda dan perkada. kita tunggu petun­juk pengawalnya seperti apa. kita tentu sudah siap mengawal. ketika ada perda-perda yang di­anggap menghambat investasi,” katanya.

Sementara itu, Mendagri Tjahjo Kumolo menjelaskan soal kebijakan pembatalan perda ini kemarin. Politikus PDIP itu men­egaskan bahwa pemerintah dae­rah sudah diajak berkomunikasi sebelum ada pembatalan perda. “Ada pemikiran, bagaimana se­buah negara dalam peningkatan sebuah kesejahteraan rakyat, ka­lau setiap pengambilan kebijakan dilingkupi oleh 24 ribu aturan perundang-undangan dan 30 ribu lebih perda, itu harus kita sikapi,” kata Tjahjo, kemarin.

Hal itu disampaikan saat rapat Komisi II di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (23/6/2016). Rapat sebenarnya membahas soal anggaran, na­mun beberapa anggota bertanya tentang pembatalan perda. “Ke­bijakan Pak Jokowi untuk me­nyeleksi UU, Perpres, Kepres, Permen, Perda, kami tidak asal mencoret. Kita kumpulkan biro pemerintahan se-Indonesia, kita undang sekjen, biro hukum se-Indonesia,” ujarnya.

Tjahjo mengatakan bahwa ada 6 jenis perda yang langsung bisa dibatalkan. Enam itu adalah yang terkait RAPBD, RT/RW, pa­jak daerah, retribusi, RPJMD, dan RPJPD. “Selain itu bebas perda-perda dibuat oleh kepala daerah. Selain itu ada pula 624 perda yang membatalkannya bukan saya, tapi gubernur,” ucap Tjahjo.

Kemendagri sudah mempub­likasikan daftar 3.143 perda yang di­batalkan per daerah. Daftar itu juga diserahkan ke anggota Komisi II.

BACA JUGA :  SPBU di KM 42 Rest Area Tol Japek Disegel Usai Melakukan Kecurangan

Namun, Wakil Ketua Komisi II Almuzzammil Yusuf masih mempermasalahkan daftar itu. Menurutnya, seharusnya alasan pembatalan tiap Perda juga ikut dipublikasikan. “Pemerintah su­dah berikan sekian banyak perda yang dibatalkan tapi tidaj diberi kolom alasannya. Kita minta eval­uasi lengkap sehingga kita tahu betul kenapa perda itu dibatal­kan,” ungkap Almuzzammil.

Terpisah, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bogor, Iwan Setiawan sedikit risau dengan dicabutnya empat perda itu. Politisi Gerin­dra itu menilai, Perda Tentang Tata Cara Permohonan dan Per­sayaratan Izin Operasional Men­ara (IOM) turunan Perbub 41 Tahun 2011 serta Perda Tentang Tanggungjawab Sosisal dan Ling­kungan Perusahaan (CSR) Nomor 6 Tahun 2013, sangat riskan dan berisiko.

“Saya ikut pansus waktu peng­godokan dua perda itu, seman­gatnya, waktu Perda IOM, untuk membatasi supaya Kabupaten Bogor ini tidak jadi hutan beton. Kalau dicabut, justru akan liar lagi dan pemerintah pusat harus memberi solusi payung hukum penggantinya,” kata Iwan.

Selain itu, soal Perda CSR, menurut Iwan, jika dicabut peru­sahaan akan semakin ‘menjajah’ Kabupaten Bogor. “Kan ini dam­paknya di daerah yang memiliki lahan usaha bagi mereka. Nah, masih ada perda saja kita tidak mengetahui besaran CSR yang sudah dikeluarkan. Apalagi kalau tidak ada payung hukumnya,” tu­kasnya.

Menurut Iwan, pemerintah pusat harus lebih mempertim­bangkan sebelum membuat ke­bijakan. Jangan asal cabut. “Iya karena dampaknya ke daerah. Karena perda dibuat kan untuk membatasi. Kalau dicabut, bakal liar dan pemerintah daerah yang susah karena payung hukum­nya hilang,” tandasnya. (Yuska Apitya Aji/Rishad)

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================