BULAN Ramadhan, syahrus shiyam (bulan diwajibkannya puasa), sejatinya melatih pribadi muslim untuk bisa menahan segala keinginan hawa nafsu dan lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT. Sehingga pencapaian insan bertaqwa diharapkan terbentuk diakhir Ramadhan. (QS. al-Baqarah [2] :183)
Oleh: AHMAD AGUS FITRIAWAN
Guru MTs. Yamanka Kec. Rancabungur Kab. Bogor
Namun pada kenyataÂannya, umat Islam terkadang lupa akan tujuan utama bulan Ramadhan ini, dan menggunakannya untuk memenuhi berbagai tuntutan dan keinginan diri. Sebagai conÂtoh, kebutuhan rumah tangga mulai makanan, minuman, pakaian, bahkan perlengkapan rumah tangga, meningkat beberÂapa kali lipat dari hari-hari biasa. Dengan kata lain, pola konsumsi umat Islam di bulan Ramadhan semakin meningkat.
Mengkonsumsi sebenarnya merupakan kegiatan yang wajar, namun disadari atau tidak, di buÂlan Ramadhan masyarakat tidak hanya mengkonsumsi tapi telah terjebak ke dalam konsumerisme. Yaitu budaya pemenuhan segala keinginan diri bukan atas dasar kebutuhan, yang mengakibatkan mereka terjebak dalam “lebih beÂsar pasak dari pada tiangâ€
Bahaya konsumerisme perlu dihindari karena berbahaya dan berekses negatif terhadap indiviÂdu dan masyarakat. Bagi individu budaya ini melahirkan pemboÂrosan. Dalam Al-Qur’an, orang yang berperilaku boros atau berÂlebih-lebihan termasuk partner syetan. Allah SWT sangat tidak suka terhadap orang-orang yang berperilaku boros atau berlebih-lebihan. (QS. al-A’raf [7] :31 dan QS. al-Isra [17] :26-27) Disamping mengakibatkan pemborosan, buÂdaya ini melahirkan individu-inÂdividu yang palsu, tidak produkÂtif dan egois.
Bagi masyarakat, bahaya konsumerisme melanggengkan kemiskinan dan juga hedonisme, sikap yang mengukur kebahagiaÂan dan memicu keinginan tidak memuaskan. Penyakit masyaraÂkat seperti judi, prositusi, aborÂsi, dan bunuh diri adalah ekses negatif dari budaya konsumtif yang berfokus pada hedonisme.
Bagaimana menghindari buÂdaya konsumerisme? KonsumerÂisme sama dengan mengajarkan pemborosan. Lawan dari boros adalah hemat. Artinya, untuk melawan konsumerisme harus dengan penghematan. Hemat bukan berarti pelit. Hemat tidak akan membuat orang menderita. Jika ada orang hemat terus menÂderita itu namanya bukan mengÂhemat yang benar.
Ada beberapa cara yang bisa dilakukan agar hidup hemat dan tidak ikut larut dalam bahaya konsumerisme. Yaitu, pertama, berhematlah pada apa yang diÂanggap paling penting, walau itu berarti tidak hemat dari sudut pandang lain. Berhemat artinya memaksimalkan manfaat unÂtuk hal yang paling penting dan prioritas. Kedua, carilah harga yang relatif murah untuk manÂfaat utama yang sama. Hemat dalam hal ini adalah berusaha mendapatkan manfaat maksimal dari biaya minimal (benefit cost ratio). Dan ketiga, jadikan cashÂflow keuangan sebagai patokan utama, jangan mengkonsumsi sesuatu diluar kemampuan dan dana. Wallahu’alam
Bagi Halaman