Di sisi lain, Pemkot Bogor menga­lokasikan anggaran Rp 1,6 miliar un­tuk menyelamatkan dan memulihkan kembali aset-aset Perusahaan Daerah Jasa Transportasi (PDJT) berupa 29 bus Transpakuan.

Anggaran sebesar itu bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belan­ja Daerah (APBD) sebagai dana peny­ertaan modal 2016. Tidak hanya itu, Pemkot Bogor juga merevisi payung hukum badan usaha milik daerah bi­dang transportasi yang berdiri sejak 2007 itu.

”Proses revisi perda akan dido­rong lebih cepat dan menjadi payung hukum bagi pengembangan PDJT. Perusahaan ini harus berkembang mengikuti skenario Bogor Transporta­tion Program Summit dan yang paling mendesak adalah memiliki payung hukum,” kata Walikota Bogor Bima Arya, kemarin.

BACA JUGA :  Ternyata Daun Salam Miliki Banyak Manfaat untuk Kesehatan Tubuh, Simak Ini

Pengembangan koridor Transpak­uan akan lebih difokuskan pada ko­ridor empat yang loading faktornya tinggi. Model bisnis dan konversi dari angkutan kota menjadi bus juga harus lebih dahulu dibuat sistem Bobit (sen­sor) agar semuanya menjadi transpar­an. ”Sedangkan, untuk 29 unit bus yang ada sekarang bisa dicoba dijajaki kerja sama dengan kampus atau bank agar bisa dibuat sistem tapping-nya,” lanjutnya.

Direktur PDJT Krisna Kuncahyo memandang perubahan dari PDJT menjadi Perseroan Terbatas Jasa Transportasi (PTJT) tidak berarti menghapus subsidi pemerintah. ”Di negara mana pun, transportasi mas­sal disubsidi pemerintah sehingga biaya karcis tidak terlalu mahal dan bisa menutup biaya operasional,” ka­tanya.

BACA JUGA :  Lokasi SIM Keliling Kabupaten Bogor, Jumat 26 April 2024

Selain itu, pihaknya juga akan meminta perawatan dan pengelolaan shelter atau halte yang sekarang ma­sih menjadi kewenangan dan tang­gung jawab DLLAJ Kota Bogor agar dipindahkan ke PDJT.

Menurut Teknikal Asisten GIZ Tedy Murtedjo, saat ini bus bantuan dari pusat sudah diserahkan kepada provinsi. Bantuan tersebut bersifat stimulan bagi kota yang sudah memi­liki grand design transportasi.

Tujuannya agar masyarakat bisa berpindah dari transportasi pribadi ke transportasi publik. ”Kalau tidak begitu infrastruktur jalan tidak akan mampu menampung banyaknya kendaraan,” pungkasnya. (Ri­shad Noviansyah/Yuska Apitya/

Halaman:
« 1 2 » Semua
============================================================
============================================================
============================================================