Komisioner KPU Ida Bu­dhiati mengatakan, KPU harus mencari norma induk yang da­pat mengatur hal tersebut. “Ka­lau mau ditafsirkan lebih luas, kami harus mencari norma in­duk yang kemudian bisa menja­di rujukan KPU untuk memper­luas pengaturan terkait laporan dana kampanye tidak hanya mencakup tahapan kampanye saja termasuk pra dan pasca,” ujar Ida.

Ida kemudian menjelaskan mengenai biaya saksi yang dikeluarkan pasangan calon. Menurutnya, saat ini sudah ada satu orang pen­gawas yang ditu­gaskan negara untuk menga­wasi tempat pemungutan suara (TPS). Sedangkan terkait mahar poli­tik, Ida berpendapat hal tersebut sudah ada pengaturan men­genai sanksi yang harus diberikan. “Negara sudah hadir di TPS, diwakili oleh 1 orang pengawas TPS. Kalau misalnya ada calon yang tidak mampu menghadirkan saksi, ada wakil negara,” kata Ida. “Mahar politik UU juga sudah ada mengatur mengenai sanksi administrasi. Bisa dibatalkan apabila terbukti ada mahar politik dalam proses rekrut­men bakal-bakal calon melalui mekanisme internal parpol,” tuturnya.

BACA JUGA :  Kecelakaan Pemotor Emak-Emak di Bantul Patah Tulang usai Ditabrak Vixion

KPK juga mencari tahu apa motivasi para donatur ketika memberi sokongan dana ke­pada pasangan calon di Pilkada 2015. Hasilnya, diketahui bah­wa motifnya mulai dari agar dimudahkan saat mengajukan perizinan hingga keamanan dalam menjalankan bisnis. “65 persen bilang kemudahan per­izinan dalam bisnis, 65 persen kemudahan terlibat dalam pen­gadaan barang dan jasa,” kata Pahala Naing­golan.

“61,5 pers­en keamanan dalam menjalan­kan bisnis, 60 persen kemuda­han akses un­tuk menjabat di pemerintah daerah atau BUMD,” lan­jutnya.

K P K menjelaskan, terkait dana kam­panye ini mayoritas kasusnya adalah donatur yang menda­tangi calon kepala daerah. Di mana hanya 8 persen dari 286 responden yang diwawancara KPK yang mengatakan mereka yang aktif mencari donatur. “42,3 persen ternyata donaturn­ya yang mendatangi calon. 29 persen responden memang tidak melakukan penggalangan dana. 19 persen mengaku kom­binasi antara donatur yang aktif dan calon atau timsesnya yang menghubungi donatur. Hanya 8 persen yang mengaku calon yang aktif mencari sumban­gan,” je­l a s Pahala.

BACA JUGA :  Tuban Jatim Diguncang Gempa Terkini M3,7 Kamis Pagi Ini

KPK kemudian mereko­mendasikan kepada KPU agar definisi biaya kampanye diper­luas. Misalnya saja juga dimas­ukkan mengenai biaya mahar sebelum kampanye dan biaya saksi pasca kampanye. “Untuk Bawaslu, Pawaslu, dan Panwa­slu, memperkuat peran pen­gawas saat pilkada berjalan sehingga pengawasan TPS dari Bawaslu itu efektif, dan tidak perlu mengeluarkan biaya saksi calonnya,” ujar Pahala.

“Kita rekomendasikan un­tuk pencantuman sanksi pada peraturan yang ada terutama sanksi administratif berupa dis­kualifikasi. Kita melihat bah­wa laporan penerimaan sumbangan dana kam­panye dan penggunaan dana kampanye itu tidak efektif dijalankan. Itu kita duga karena sank­sinya kurang keras, en­forcement-nya belum konsisten,” paparnya.

Berdasarkan Peraturan KPU nomor 8 Tahun 2015 Tentang Dana Kampanye, ada beberapa batasan dana kampanye. Di antaranya perse­orangan tidak boleh tidak boleh melebihi Rp 50 juta, kelom­pok atau badan hukum swasta Rp 500 juta maksimal, dan dana kampanye bersifat kumu­latif selama penyelengga­raan kampa­nye. (Yuska Apitya/ ed:Mina)

Halaman:
« 1 2 » Semua
============================================================
============================================================
============================================================