Bulan suci ramadan tinggal menghitung hari, pedagang-pedang pun mulai menyiapkan ketupat menjelang berakhirnya bulan puasa.
Oleh : Herza
Ketupat menjadi panganan wajib menjelang Lebaran. Beberapa orang meÂmanfaatkan keadaan tersebut dengan berjualan ketupat di pasar. Tak heran jika menjelang Lebaran, pasar menjadi banjir pedagang ketupat. Sudah tidak bisa dibedakan lagi mana pedÂagang musiman dan pedagang yang memang menjual ketupat setiap hari.
Sebuah kampung di daerah Cimahpar menjadi pusat pedaÂgangan ketupat. Salah seorang pedagang ketupat di sana ialah Yusuf. Yusuf bersama istrinya sudah berjualan ketupat sejak 20 tahun silam.
“Saya memang bermata pencaharian sebagai pedagang ketupat sejak 20 tahun lalu bersama istri saya. Di daerah Cimahpar, saya menjadi grosir ketupat terbesar,†akunya.
Pernyataan tersebut semaÂkin tidak terbantahkan lagi, ketika pria kelahiran 1955 tersebut mengaku mengirim 1500 hingga 2000 ketupat setiap hari ke para pedagang ketupat yang biasa berjualan di Pasar Anyar. Yusuf memiliki empat orang pelanggan yang merupakan pedagang ketuÂpat di Pasar Anyar. Selain itu, pelanggannya juga berasal dari warga kampung atau warga kompleks perumahan di sekiÂtar Cimahpar.
Biasanya, warga kompleks perumahan akan memesan 10 hingga 50 ikat ketupat. Ketupat di tempat grosir YuÂsuf dibanderol dengan harga Rp 4000 hingga Rp 5.000 per ikat. Pelanggan juga dapat memesan cangkangnya saja yang dibanderol Rp 5.000 per ikat untuk cangkang yang kecil dan Rp 7.000 per ikat untuk cangkang yang besar.
Ketupat milik Yusuf berÂtahan hingga tiga hari karena beras yang digunakan meruÂpakan beras perak yang mahal. Yang menjadi pembeda antara ketupat milik Yusuf dengan ketupat lainnya ialah penÂgakuan dari kelurahan setemÂpat. Yusuf mengaku bahwa di 2016 ini ketupat miliknya baru saja diperika oleh kelurahan setempat dan dinyatakan sebÂagai ketupat yang layak untuk dikonsumsi.
“Artinya ketupat saya bebas dari bahan-bahan tak layak santap seperti formalin. MereÂka memeriksa proses pembuaÂtan hingga memeriksa kebersiÂhan alat-alat yang saya pakai,†kata Yusuf.
Yusuf dibantu empat peÂkerja yang merupakan warga kampung Cimahpar dalam pembuatan cangkang ketupat. Salah satunya bernama Otih. Wanita tersebut mengaku suÂdah lama bekerja sebagai kuli pembuat cangkang ketupat. Pekerjaan tersebut diturunkan dari orangtuanya.
Ketika disinggung perihal pedagang musiman ketupat, Yusuf dengan tegas menolak pernyataan tersebut. Yusuf mengatakan bahwa dirinya bersama istri memproduksi ketupat setiap hari sejak 20 taÂhun silam.
“Sudah menjadi mata pencaharian saya, jadi saya enggak mau membuat kecewa pelanggan saya dengan menaiÂkkan harga ketika menjelang Lebaran,†tutupnya. (Herza/ Mgg/ed:Mina)
Bagi Halaman