Kantor berita resmi ChiÂna, Xinhua, melaporkan bahwa pengadilan itu «menyalahgunaÂkan hukum» terhadap «yurisdikÂsi yang dipersengketakan.» XinÂhua menyebut bahwa kasus ini hanya akan memperburuk sengketa. «Manila gagal untuk melihat bahwa [pengadilan] arbitrase tersebut hanya akan menimbulkan lebih banyak masalah di Laut China Selatan, yang tidak memberikan manfaat sedikit pun pada kepentingan berbagai pihak terkait, bunyi laporan Xinhua.
Kasus ini, menurut lapoÂran Xinhua, bahkan berisiko unÂtuk lebih mempersulit masalah ini dengan memberikan kesan palsu kepada pihak yang bersengÂketa bahwa mereka bisa mendaÂpatkan keuntungan dengan senÂgaja menciptakan kekacauan.»
Sementara di Manila, sekretarÂis komunikasi presiden Herminio Coloma Jr menyatakan Filipina «berharap adanya keputusan yang adil dan berkekuatan hukum unÂtuk mempromosikan perdamaian dan stabilitas di kawasan.
Filipina berpendapat bahwa klaim China di perairan dengan nilai perdagangan mencapai US$5 triliun itu melanggar Konvensi PBB tentang Hukum Laut dan membatasi hak untuk mengekÂsploitasi sumber daya dan daerah penangkapan ikan dalam zona ekonomi eksklusifnya.
Sekutu Filipina, Amerika Serikat, menyatakan menÂdukung pengadilan itu dan mendesak adanya resolusi yang damai atas sengketa itu. «Kami mendukung resolusi damai sengketa di Laut China Selatan, termasuk penggunaan mekanÂisme hukum internasional sepÂerti arbitrase,» ujar juru bicara Departemen Luar Negeri AS Anna Richey-Allen.
Sebelumnya, AS sudah memperingatkan China agar tidak mengambil tindakan proÂvokatif tambahan menjelang keputusan pengadilan. AS juga telah memperingatkan China untuk tidak mendeklarasikan zona pertahanan udara di Laut China Selatan, seperti yang dilakukannya di Laut China Timur pada 2013 lalu.(Yuska Apitya/net)