Oleh karena itu, dikatakan IlÂham beberapa organisasi masyaraÂkat di bidang kesehatan sepakat membentuk satgas. Dalam pelaksaÂnaan satgas ini akan memberikan informasi kepada pemerintah terÂkait kasus vaksin palsu. “AlhamduÂlilah kami IDI dari IDAI, Persi, ARSÂSI sudah sepakat akan membuat satgas, tentu satgas dibuat akan bergabung dengan satgas negara pemerintah antara lain contoh kita anggap di sini kita buat protokol awal menenangkan masyarakat dan masyarakat bisa menerima penjelasan dengan baik. Karena pada waktu itu memang terjadi komunikasi terputus, antara dokÂter dengan orangtua masyarakat tentu kita berharap ini bisa dilakuÂkan sesuatu informasi yang sejelas-jelasnya kepada pihak orangtua masyarakat,†pungkasnya.
Sementara, Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Boy Rafli menegaskan tiÂdak semua dokter bersalah, karena yang terlibat hanya oknum. “Hal ini tidak bisa digeneralisir dunia kedokÂteran, para dokter Indonesia yang terlibat adalah oknum-oknum dari profesi (kedokteran),†ujar Kadiv Humas Polri Irjen Boy Rafli dalam diskusi soal vaksin palsu di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Jakarta Selatan, Kamis (21/7/2016).
Boy mengatakan pada Senin (18/7/2016), Ikatan Dokter IndoneÂsia (IDI) dan Ikatan Dokter Anak InÂdonesia (IDAI) telah melakukan auÂdiensi dengan kapolri Jenderal Tito Karnavian. Salah satu kesepakatanÂnya soal mendukung Polri dalam menuntaskan masalah ini. “Kami sepakat masalah penyimpangan, masalah hukum akan diselesaikan melalui jalur hukum secara obyekÂtif dan berdasarkan asas praduga tidak bersalah,†lanjut Boy.
Namun tak sampai itu, penanÂganan vaksin palsu selain hanya persoalan hukum juga ada damÂpak sosial ke depan, yaitu soal keÂmarahan para orangtua tadi yang bahkan ingin mengajukan gugatan sendiri. “Kemarahan publik, penÂgancaman ini tidak dibenarkan. Polri memberikan perlindungan keamanan agar masyarakat tidak tempuh hal-hal anarkis,†tandasÂnya.
(Yuska Apitya Aji/ed:Mina)