KEMENTERIAN Keuangan (Kemenkeu) merilis 10 kementerian/lembaga (K/L) yang memiliki serapan anggaran terendah selama enam bulan pertama di 2016. Ini sangat disayangkan, mengingat Presiden Joko Widodo (Jokowi) ingin tahun ini semua K/L memperbaiki realisasi anggaran agar bisa mendorong perekonomian melaju lebih kencang.
YUSKA APITYA AJI
[email protected]
Daftar 10 K/L yang masih malas menggunakan uang negara tertuÂang dalam buku “Laporan PemerÂintah Tentang Pelaksanaan APBN Semester I 2016†yang diserahkan Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang P.S. Brodjonegoro kepada pimpinan Badan AnggaÂran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
“Sepuluh instansi pemerintah tersebut diÂmasukkan dalam kategori K/L yang memiliki daya serap rendah alias kurang dari 27,5 persÂen. Ada 30 K/L yang masuk dalam kategori itu, tetapi 10 tadi yang terendah,†ujar Bambang, dikutip dari laman Sekretariat Kabinet, Minggu (24/7/2016).
Kategori kedua adalah K/L yang memiliki daya serap sedang, dikisaran 27,5 – 34,2 persen. Bambang menyebut ada 16 instansi yang masuk dalam kategori tersebut. 10 K/L di an
Beruntung, K/L yang dipimpin oleh pejabat kabinet kerja PresÂiden Jokowi masih banyak yang taat menjalankan instruksi atasannya tersebut. Menkeu mencatat setidaÂknya ada 41 K/L yang masuk kelomÂpok penyerapan anggaran tinggi yaitu 34,2 persen lebih.
Secara keseluruhan penyeraÂpan anggaran belanja K/L sampai dengan semester I 2016 mencapai Rp262,81 triliun atau 34,2 persen dari alokasi APBNP 2016. “RealÂisasi semester I 2016 tersebut lebih tinggi apabila dibandingkan dengan realisasi pada periode yang sama tahun lalu, yaitu sebesar Rp195,28 triliun,†jelas Bambang.
Terpisah, Menteri Dalam NegÂeri Tjahjo Kumolo meminta para kepala daerah untuk tidak takut menggunakan anggaran yang suÂdah tersedia.
Apalagi, Presiden Joko WidoÂdo sudah menginstruksikan keÂpada kepolisian dan kejaksaan bahwa tindakan administrasi yang dilakukan Pemda tak bisa dipidana. “Jangan takut kalau memang itu ‘tidak memakan’ uang anggaran,†kata Tjahjo di Kompleks Istana KeÂpresidenan, Jakarta, akhir pekan kemarin.
Tjahjo mengakui serapan angÂgaran di daerah selama ini masih rendah. Berdasarkan laporan KeÂmenterian Keuangan, masih ada anggaran sebesar Rp246 Triliun yang mengendap di bank. “Ini harÂusnya kalau digelontorkan, kan perÂtumbuhan jalan, investasi jalan, lah itu saja,†kata Tjahjo.
Presiden Jokowi sebelumnya mengaku kerap menerima aduan dari kepala daerah terkait kinerja kepolisian daerah dan kejaksaan tinggi.
Menurut Jokowi , banyak kepala daerah mengadu bahwa kepolisian dan kejaksaan tak bekerja sesuai inÂstruksi yang sudah diberikan PresÂiden. “Saya masih banyak keluhan dari bupati, walikota, dan guberÂnur. Nanti saya akan blak-blakan kalau sudah tak ada media,†kata Jokowi.
Jokowi lantas mengingatkan kembali lima instruksinya yang disÂampaikan di Istana Bogor, Agustus 2015 lalu. Pertama, kebijakan disÂkresi tak bisa dipidanakan. Kedua, tindakan administrasi pemerinÂtahan juga tak bisa dipidanakan. Ketiga, potensi kerugian negara yang dinyatakan Badan Pemeriksa Keuangan masih diberi peluang selama 60 hari untuk dibuktikan kebenarannya. Keempat, potensi kerugian negara juga harus konkret, tak mengada-ada.
Kelima, kasus yang berjalan di Kepolisan dan Kejaksaan tak boÂleh diekspos ke media secara berÂlebihan sebelum masuk ke tahap penuntutuan.
“Lima hal ini yang sudah saya sampaikan setahun lalu. Evaluasi perjalanan setahun ini, saya masih banyak sekali mendengar tidak sesuai yang saya sampaikan,†ujar Jokowi.
Sementara itu, Kepala KejakÂsaan Tinggi Jawa Barat Setia Untung Ari Muladi, menegaskan, sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat menggelar rapat bersama seluÂruh Kapolda dan Kepala Kajaksaan Tinggi, bukan marah atas kinerja yang negatif.
Menurut Untung, Presiden Jokowi mengingatkan kembali agar penegakan hukum yang dijalankan jangan sampai menghambat laju pembangunan, terlebih saat ini pemerintah sudah mengeluarkan 12 paket kebijakan ekonomi.
“Intinya penyerapan anggaran harus tercapai. Bagi stakeholder pembangunan, ya, harus bekerja dengan benar sehingga terserap anggarannya,†kata Untung di KeÂjaksaan Tinggi Jawa Barat jalan LLRE Martadinata Kota Bandung, kemarin.
Untung menjelaskan, terkait peringatan kepada penegak hukum agar profesional membedakan tinÂdakan penyalahgunaan wewenang, yang berujung pidana dan adminisÂtrasi, dipastikan dilakukan berjalan berdasarkan perundang-undangan, tanpa ada niat mengkriminalisasi bahkan menzalimi kepala daerah atau pejabat tertentu. “Kalau aspek pidana itu tergantung hasil penyidiÂkannya bagaimana, yang jelas jaksa tidak boleh mengkriminalisasi,†kata Untung.
Untung menambahkan, adanÂya waktu penghitungan kerugian negara dengan batas waktu 60 hari dipastikan dijalankan dengan teÂpat. Meski lanjut dia, problematika kasus korupsi memiliki tantangan berbeda-beda.
“Bicara korupsi itu, harus ada auditing nilai kerugian dan itu tidak gampang. Setiap kasus itu memiliki problematika berbeda, jadi batas waktu 60 hari, itu aturanÂnya,†kata Untung.
Menurutnya, dengan sikap Presiden pada Selasa 19 Juli keÂmarin itu, secara tidak langsung mengingatkan kembali agar proses hukum dijalankan dengan profeÂsional tanpa pandang bulu. “Yang jelas penegak hukum itu harus proÂporsional dan profesional dalam bekerja, ikut membantu bagaimana penyerapan anggaran dilaksanakan dengan baik, kita harus mengawÂal,†kata Untung.
(Yuska Apitya Aji/ed:Mina)
Bagi Halaman