Jika kita melihat kondisi penduduk yang sebagian beÂsar masih bergantung kepada air sumur dan kemasan maka jelas suatu saat akan muncul bahaya. Dua sumber air yang paling banyak digunakan diperÂdesaan di Indonesia. Menurut BPS (2013) ada sekitar 16498 ribu desa yang menggunakan air kemasan dan ada sekitar 28013 ribu desa yang mengguÂnakan air sumur. Dua sumber air ini yang paling digunakan oleh masyarakat diperdesaan. Kedua-duanya kalau tidak dikeÂlola menjadi bencana bagi umat manusia.
Bergesernya manusia mengÂgunakan air kemasan karena tingkat kepercayaan akan kurang terhadap air yang berÂmutu. Disamping tidak mau repot untuk memasaknnya terlebih dahulu. Satu sisi air kemasan menguntungkan bagi manusia. Sisi yang lain air keÂmasan membuat manusia tiÂdak mau memperbaiki kualitas air. Manusia membiarkan saja kualitas air makin buruk sebab masih berpikir ada air kemaÂsan. Suatu saat air kemasan yang disedot dari gunung juga makin berkurang debit airnya. Berkurang karena airnya diamÂbil terus menerus.
Kondisi ekologisnya makin rusak. Daerah hijaunya makin berkurang sehingga suatu daeÂrah tadi tidak bisa menyimpan air. Satu sisi penyedotan terlalu parah dilakukan. Bersamaan dengan kebutuhan manusia akan air tadi. Akhirnya air keÂmasan langka dan juga kita mengalami kekeringan. Air kita juga tercemar karena tidak diperbaiki mutunya dari sekaÂrang. Nampak kita terlena denÂgan kekayaan air ini.
Untuk itu ada beberapa hal yang harus dilakukan. Pertama, mewujudkan pertanian ramah ekologis bukan lagi wacana. Kita tidak perlu melakukan perÂluasan lahan dan lain sebagainÂya. Mempertahankan lahan yang sudah ada. Menggunakan pertanian green house (rumah kaca) secara masal. Akhirnya hama tidak bisa masuk sehingÂga mengurangi penggunaan pestisida. Inovasi pertanian ini harus segera diwujudkan sebeÂlum negeri kita makin parah terutama kerusakan ekologis.
Kedua, mengkonservasi kembali hewan-hewan alami yang jadi musuh alami. Musuh alami itu mati dialam sehingga yang bertahan serangga penyÂerang tumbuhan. Hidupkan kembali laba-laba. Kita terlalu sepele dengan laba-laba sehingÂga kita membunuhnya dengan pestisida. Kita juga meremehÂkan jenis katak sehingga katak punah dan kita merasakan hama-hama yang banyak tadi. Ketiga, menggerakkan kembali pertanian mina padi jika pertaÂnian dengan penggunaan green house belum bisa terwujud.
Mina padi maksudnya, mengÂgunakan ikan bersama dengan menanam padi disawah. Dengan cara itu ham yang jatuh ke air akan dimakan ikan. Hal itupun akan menumbuhkan ekosistem baru seperti datangnya katak tadi. Keempat, tata ruang hijau pertanian. Pinggiran kebun-keÂbun sebaiknya dikosongkan unÂtuk daerah resapan air.
Jangan semua lahan diperÂgunakan untuk kebun. Kadang merasa rugi tidak digunakan namun bencana saat banjir. Terakhir, pemerintah segera membudayakan lebih optimal penggunaan pupuk organik. Jalan inilah yang bisa ditemÂpuh untuk menyelamatkan air dan kesuburan tanah. Satu sisi akan bertentangan dengan pabrik pembuat pupuk yang tidak organik. Meski demikian perusahaan itu bisa melirik bisÂnis yang organik kedepannya sehingga tidak akan merugikan pihal lain. (*)