Meski demikian, narkoba tetap menjadi persoalan utama yang harus diberantas aparat penegak hukum. Oleh karena itu, Wiranto pun men­egaskan, aparat yang berkecimpung dalam pemberantasan narkoba dim­inta untuk tidak terpengaruh dengan bisnis narkoba. “Jangan sampai mer­eka main-main dengan masalah ini. Kalau aparat penegak hukum terkait narkoba kalau main-main dengan masalah itu kami akan tindak tegas,” kata Wiranto.

Artikel berjudul “Cerita Busuk dari Seorang Bandit” ditulis Haris Azhar dan beredar melalui media so­sial setelah eksekusi mati Freddy Bu­diman dilakukan pada Jumat (29/7).

Tulisan itu berisi informasi yang disampaikan Fredi kepada Haris pada dua tahun lalu. Dalam artikel itu disebutkan adanya sejumlah ok­num penegak hukum yang diduga ikut berperan dalam bisnis narkoba yang melibatkan Fredi, di antaranya dari institusi Badan Narkotika Nasi­onal, Polri, dan Bea Cukai.

Pun demikian, Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jen­deral Boy Rafli Amar menyatakan pi­haknya tak suka apabila ada anggota Polri yang disebut terlibat dalam jar­ingan bisnis narkoba.

Pihaknya sedang mendalami infor­masi yang disebutkan korban eksekusi mati, Freddy Budiman, sebagaimana dimuat dalam artikel yang ditulis Koor­dinator KontraS Haris Azhar.

“Komitmen kami sangat tinggi, karena kami tidak suka ada anggota-anggota (Polri) seperti yang diceri­takan itu. Itu pun kalau ada, ya. Itu (informasi) kan sifatnya belum bisa dikatakan benar,” kata Boy, kemarin.

Dia menilai informasi yang ter­tuang dalam tulisan itu dapat meru­gikan institusi yang dituding terli­bat dalam jaringan narkoba. Sebab menurutnya, penegak hukum meru­pakan garda terdepan dalam mem­berantas narkoba. “Itu jelas sangat merugikan institusi. Kami kan garda terdepan dalam konteks ini (mem­berantas narkoba). Jangan sampai semua ini memperlemah upaya-upa­ya kami dalam penegakan hukum pidana narkoba,” katanya.

BACA JUGA :  Surat Edaran Soal Study Tour, Pj Wali Kota Bogor Imbau Kegiatan di Dalam Kota

Boy mengaku telah bertemu Haris untuk membahas kebenaran tulisannya yang beredar menjelang pelaksanaan eksekusi mati Freddy. Artikel berjudul “Cerita Busuk dari Seorang Bandit” itu merupakan hasil dialog Fredi dengan Haris dua tahun lalu. “Kami sudah ada pertemuan, kalau konten (tulisan) tidak ada yang berbeda,” kata Boy.

Persoalannya, menurut Boy, polisi tidak bisa mengonfirmasi ke­benaran informasi yang disampai­kan Freddy lantaran yang bersang­kutan telah dieksekusi Jumat (29/7) lalu. Selain itu, informasi tersebut baru dipublikasi setelah dua tahun. “Kalau kami mau konformasi ke Pak Freddy, sudah tidak ada. Jadi kami masih hadapi kondisi-kondisi seperti itu,” katanya.

Meski demikian, kata Boy, pi­haknya tetap akan mendalami in­formasi tersebut sesuai komitmen Kapolri dalam konteks reformasi in­ternal Polri. “Yang jelas prinsipnya akan terus didalami, ditindaklanju­ti,” katanya.

Dia mengatakan, berdasarkan in­formasi yang tertuang dalam tulisan Haris, seolah ada keterlibatan oknum penegak hukum dari kepolisian, TNI, pejabat Badan Narkotika Nasional. Boy meminta kepada banyak pihak apabila ada informasi yang menguat­kan dapat segera dilaporkan untuk segera ditindaklanjuti. “Yang disam­paikan Haris adalah ungkapan yang sifatnya informasi. Sangat perlu di­dalami karena sumir. Sementara ka­lau kami mau konfirmasi, Pak Fredi sudah tidak ada,” tambah Boy.

Sementara itu, Haris Azhar, Koor­dinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kon­traS) mengungkapkan alasannya baru menerbitkan tulisan tentang pertemuannya dengan Freddy saat ini. Padahal pertemuan itu telah ter­jadi sejak tahun 2014 di Lapas Nu­sakambangan.

BACA JUGA :  Pemerintah Kota Bogor Targetkan Raih Predikat Utama KLA 2024

Dia menjelaskan, pertemuannya dengan Freddy saat itu terjadi di ten­gah kampanye pemilihan presiden yang cukup panas. Semua orang saat itu, menurut Haris, tengah sibuk me­nyambut kepemimpinan baru dari presiden yang terpilih. Tak lama setelah itu, lanjutnya, publik juga di­ramaikan dengan isu dugaan krimi­nalisasi sejumlah pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat itu, Abraham Samad dan Bambang Widjojanto. “Dan jujur saja saat itu ada jarak antara KontraS dengan polisi dan pemerintahan Jokowi. Se­hingga kami tidak mau gegabah den­gan sekadar melempar data, setelah itu sudah,” ucapnya.

Haris juga beralasan, tak akan ada pihak yang memperhatikan jika tulisan itu dipublikasikan saat Freddy masih hidup. Hingga akh­irnya, dia pun memutuskan untuk mempublikasikan tulisan tersebut kemarin.

Haris berpikir jika eksekusi mati itu tetap dilaksanakan, maka aparat penegak hukum akan kehilangan in­formasi soal pejabat yang mengambil keuntungan hingga miliaran rupiah dari bisnis narkoba. “Dalam kurun waktu tujuh kali 24 jam saya diskusi dengan teman-teman dan akhirnya saya keluarkan tulisan ini. Itu resmi dan saya bertanggung jawab penuh atas tulisan tersebut,” tuturnya.

Sebelumnya, Haris mengaku telah mengubungi mengaku sempat menelepon juru bicara presiden, Jo­han Budi Sapto Prabowo beberapa hari sebelum mengedarkan tulisan tersebut. Ia mengatakan, Johan ter­kejut dan berjanji akan meneruskan informasi tersebut ke Presiden joko Widodo.

Namun sampai dengan tanggal eksekusi, Haris tak menerima kabar apapun dari Johan Budi soal respons Jokowi mengenai laporan Freddy Bu­diman tersebut. (*)

 

Halaman:
« 1 2 » Semua
============================================================
============================================================
============================================================