Untitled-2JAKARTA, TODAY—Satuan Kerja Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyoroti minimnya realisasi ke­giatan eksplorasi, seperti survei seismik dan pengeboran untuk mencari cadangan minyak baru. Contohnya, program survei seismik dua dimensi (2D), dari rencana 10.955 kilome­ter (km), per semester I-2016 baru terealisasi 1.057 km atau baru tercapai 10%.

Seismik tiga dimensi (3D) yang baru terealisasi 865 km2 dari target 11.217 km2 atau hanya 8%. Begitu juga den­gan pengeboran eksplorasi yang baru terealisasi 23 su­mur dari rencana 68 sumur atau 34%. “Kecilnya realisasi kegiatan eksplorasi ini akan berdampak pada turunnya penemuan cadangan migas ke depan,” kata Kepala SKK Migas, Amien Sunaryadi, dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (3/8/2016).

Sementara produksi minyak bumi menunjukkan tren peningkatan dari bulan ke bulan. Per 30 Juni 2016, produksi rata-rata minyak bumi sebesar 834,4 ribu barel per hari (bph). Per 30 Juli 2016, produksi rata-rata minyak naik diangka 834,7 ribu bph.

Untuk gas bumi, produk­si rata-rata per 30 Juli 2016 sebesar 7.962 juta kaki kubik per hari (mmscfd), turun ti­pis dibanding produksi per 30 Juni 2016 yang sebesar 7.985 mmscfd. “Dengan du­kungan semua pihak, kami optimis target produksi yang ditetapkan pemerintah dapat tercapai,” kata Amien.

Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) Tahun 2016 target lifting min­yak bumi sebesar 820 ribu bph, sedangkan gas bumi sebesar 6.440 mmscfd.

BACA JUGA :  Santri di Bogor Lapor Polisi Usai jadi Korban Penganiayaan Seniornya, Sempat Dilempar Botol Beling

Dari sisi investasi, pada semester I-2016, tercatat investasi sebesar USD 5,65 miliar atau sekitar Rp 76,3 triliun. Rinciannya, investasi untuk eksplorasi sebesar USD 367 juta, untuk kegiatan pengembangan sebesar USD 845 juta, kegiatan produksi sebesar USD 3,922 miliar, dan administrasi senilai USD 521 juta. “Hal ini menunjukkan perusahaan hulu migas men­jadikan program pengem­bangan dan produksi sebagai prioritas,” katanya.

Tidak mengherankan apabila program seperti pengeboran sumur pengem­bangan, kerja ulang dan per­awatan sumur realisasinya cukup tinggi. Misalnya, su­mur pengembangan yang terealisasi 144 sumur dari rencana 245 sumur atau 59%, kerja ulang (work over) tere­alisasi 04 sumur dari rencana 1.286 sumur atau 47%, serta perawaran sumur yang tere­alisasi sebanyak 16.822 dari rencana 39.956 sumur atau 42%.

Sementara itu, PT Pertamina (Persero) diminta Pemerintah segera melaku­kan aktivitas di kawasan Blok East Natuna. Selain di­karenakan cadangan gas dan minyaknya yang melimpah, aktivitas yang dilakukan di wilayah ini nantinya dapat menjadi pembuktian eksis­tensi Indonesia terhadap perairan yang tengah jadi po­lemik itu.

Direktur Utama Per­tamina, Dwi Soetjipto, men­gatakan pihaknya sudah menyatakan komitmen un­tuk menggarap blok migas tersebut. Namun dengan kompleksitas pengelolaan gas karbon CO2 di East Na­tuna, membuat Pertamina harus mengakali tekhnologi sekaligus investasi yang ter­bilang lebih mahal ketimbang blok-blok lainnya. “Jadi gas di Natuna ini kan 72% CO2 se­hingga cost sangat tinggi. Maka usul kita ke pemerin­tah agar mengkaji lagi berapa persen share pemerintah. Posisi operator harus diper­besar, sehingga cost itu bisa ditutup dengan share take di situ,” ujarnya.

BACA JUGA :  Kevin Sanjaya Resmi Putuskan Pensiun Sebagai Atlet Bulu Tangkis

Selain permintaan agar kepemilikan bagi hasil leb­ih besar, lanjut Dwi, Per­tamina juga menempuh jalan lain dengan mengam­bil minyaknya terlebih da­hulu selama pengeboran. Menurutnya, hal ini sudah mendapatkan lampu hijau dari Kementerian ESDM. “Jalan keluar yang sudah ditetapkan Kementerian ESDM kita mulai dengan min­yaknya dulu. Dan memang utilisasi, kita akan segera bergerak ambil minyaknya dulu. Sementara gasnya mungkin akan didiskusikan lagi,” ucap Dwi.

Blok Natuna ekploitasi gas di Blok Natuna ditemukan sejak tahun 1973 dan didiam­kan sampai saat ini. Volume gas di tempat atau Initial Gas in Place (IGIP) sebesar 222 triliun kaki kubik (tcf), dan cadangan terbuktinya 46 tcf.

Selain itu, Blok East Natu­na memiliki kadar karbond­ioksida (CO2) mencapai 72 %, yang artinya bisa berdampak pada lingkungan atau pipa. Jadi, CO2 tersebut harus dipisahkan dengan diinjeksi kembali ke perut bumi.

(Yuska Apitya/dtk)

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================