jokBEBERAPA hari ini publik masih ramai
membicarakan perombakan kabinet atau
yang beken dengan istilah “Reshuffle”
Perombakan jilid dua telah dilakukan
Presiden Jokowi dari 13 posisi 9 menteri
adalah wajah baru. dan eumpat Menteri
hanya bergeser posisi, menariknya isu
reshuffle kabinet Jokowi banyak diwarnai
dengan alasan kegaduhan ketimbang
alasan buruknya kinerja.

Oleh: RYANTI SURYAWAN

Sejak awal terben­tuknya kabinet kerja Jokowi selalu diwar­nai dengan kegadu­han kegaduhan yang ditimbulkan oleh menteri men­terinya sendiri kegaduhan yang ditimbulkan terhadap publik. kegaduhan yang mereka sam­paikan ke publik dengan pery­ataan peryataan mereka yang menimbulkan kegaduhan.

hal lain sebaiknya Presiden Jokowi tidak menggeser men­teri dengan orang yang sama lebih dari dua kali. Apalagi sampai tiga kali dalam jabatan jabatan berbeda dikabinetnya, dan hal ini dialami oleh Sofyan Djalil yang sudah berganti posi­si dari menko perekonomian ke kepala Bapenas dan sekarang ke menteri Agraria dan tata ru­ang /kepala Badan Pertanahan Nasional. Hal ini akan mem­pertahankan kuasa ketimbang orientasi kerja.

inilah realitas dan kenyata­an yang terjadi. Dimana Jokowi pernah mengatakan bila Reshuf­fle tidak ada hubungannya den­gan politik akomodasi, dimana seperti yang publik ketahui bila ada Partai yang sebelumnya di pihak oposisi di pemerintahan Jokowi Jk tiba tiba berbalik arah menjadi partai pendukung (Par­tai Amanat Nasional dan Partai Golongan Karya) dan kini ang­gotanya duduk di kabinet.

Saat kampanye Pilpres 2014 janji menarik yg disampaikan Jokowi adalah koalisi tanpa syarat dan akan membentuk pemerin­tahan ramping. Ini adalah janji politik Jokowi kepada pemilik mandat yakni rakyat indonesia, Akan tetapi dalam konteks inilah logika kekuasaan kembali dalam bentuk praktik power sharing alias bagi bagi kekuasaan.

Saat ini yang menjadi per­tayaan mendasar pada keban­yakan orang adalah sebenarnya resaffle ini untuk apa? Dan sia­pa? Jika menggunakan perspe­ktif publik seharusnya perbai­kan untuk kinerja, Sehingga manfaatnya dapat dirasakan secara langsung oleh rakyat in­donesia.

Akan tetapi justru disisi lain nama – nama yang dinilai pub­lik mempunyai kinerja yang baik dan kontribusi signifikan justru di singkirkan, seperti Ig­nasius Jonan, Rizal Ramli, Anies Baswedan malah di copot dari jabatannya, tersingkirnya tiga nama itu justru menegaskan bahwa Jokowi bener – bener telah meninggalkan kabinet profesioanal seperti janjinya saat kampanye dulu.

Beberapa nama menteri yang sebenarnya masuk dalam prioritas patut diganti yang kinerjanya gak jelas bahkan amburadul malah tidak disen­tuh sama sekali. Hal ini meny­iratkan bila kinerja bukanlah indikator utama untuk evaluasi atau perbaikan. Akan tetapi leb­ih kepada politik akomodatif.

Resaffle kali ini bisa dibi­lang tidak memberi pesan jelas terhadap publik soal indikator dalam mengevaluasi menteri – mentrinya yang membuat Pres­iden merombak kabinet. Pada­hal publik berhak mengetahui indikator penilain presiden ter­hadap para menterinya.

Persepsi publik seharusnya bisa menjadi ajuan bagi pemer­intah sehingga dapat memberi­kan nilai positif dan tingkat ke­percyaan masyarakat terhadap parpol dan pemerintah. Karena dukungan rakyat sangat pent­ing bagi pemerintah.

Yang menarik dalam issu Resaffle kali ini adalah Menguat­nya akomodasi kabinet seakan dengan jelas menunjukan bila Jokowi belum sepenuhnya beroreintasi dan berkonsentrasi memperbaiki kinerja kabinet­nya di sisa waktu kekuasaannya yang masih ada. Akan tetapi lebih kepada memperkuat atau memperkokoh kuda kuda poli­tiknya dengan menambah par­pol pendukung dan juga relawan relawannya. Jika benar demikian arahnya, sudah bisa dinilai bila Jokowi sudah sejak dini berpikir untuk mengamankan posisinya pada Pilpres 2019 nanti.

Bagaimanapun Reshuffle telah terjadi. Kini saatnya ma­syarakat menaruh harapan besar terhadap kabinet kerja saat ini. Terutama dengan ber­gabungnya Sri Mulyani dalam kabinet ini dinilai sebagai mo­tor penggerak kabinet.

Namun disisi lain yang tak kalah pentingnya yang harus diingat adalah sudah bukan saatnya lagi untuk para menteri dan pemimpin bangsa ini untuk saling unjuk kekuasaan. Na­mun lebih kepada kinerja. Dan semoga sesuai dengan harapan masyarakat indonesia untuk bisa lebih baik dan lebih mense­jahterakan rakyat. (*)

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================