JAKARTA TODAY– Investor asing sudah dilarang untuk inÂvestasi tangkap ikan di IndoneÂsia. Sebab jika diperbolehkan, maka terlalu banyak kerugian daripada keuntungannya untuk Indonesia.
Menteri Kelautan dan PeriÂkanan, Susi Pudjiastuti, menyeÂbut bebasnya kapal asing melaut di Indonesia membuat korupsi makin marak. Suap pun terjadi di berbagai lapisan masyarakat.
“Memang ada beberapa pengusaha, tokoh masyarakat, pejabat, aparat , dan lain-lain yang dapat fee dari kegiatan bisnis penangkapan ikan kapal-kapal asing,†kata Susi, Senin (8/8/2016).
Setelah kegiatan tangkap ikan oleh kapal asing dihentiÂkan, para oknum ini sekarang kurang pemasukan. Akibatnya melakukan segala cara supaya asing diperbolehkan menangÂkap ikan lagi di laut Indonesia. “Mereka inilah yang dua tahun tidak dapat lagi itu fee atau komisi pengamanan kegiatan penangkapan ikan secara ileÂgal. Mereka terus mencoba dengan segala cara. Semua pinÂtu diketuk. Organisasi dipakai untuk teriak kepentingan yang terganggu. Akademisi dipakai dan disuruh menganalisa seÂcara ilmiah. Untuk memperÂtanyakan kenapa sekarang Pemerintah Membuat investasi penangkapan ikan tertutup untuk asing, dan membuka investasi pengolahan diperboÂlehkan sampai dengan 100% untuk asing,†ujarnya.
Susi merasa dilarangnya asing menangkap ikan di IndoÂnesia sudah sesuai dengan misi pemerintah menjadikan Laut Indonesia sebagai masa depan bangsa. “Dua tahun perang terhadap illegal, unreported, dan unregulated (IUU) fishing diÂlakukan dimulai dengan permen moratorium untuk kapal-kapal eks asing dua kali enam bulan dan pelarangan transhipment, analisa, dan evaluasi dilakukan,†katanya.
“Yang akhirnya industri periÂkanan menyumbangkan perÂtumbuhan PDB akhir tahun 2015 menjadi 8,96%, hampir dua kali dibanding sektor lainnya. Nilai tukar nelayan di tahun 2014 SepÂtember hanya 102 naik di awal tahun 2016 mencapai 110,†tamÂbah Susi.
Hasil nyata lainnya adalah harga ikan yang mulai turun dan terjangkau sambil menyumbang deflasi 0,42%. Ikan pun bisa menjadi sumber protein yang murah ketimbang daging sapi yang harganya mahal. “ThaiÂland terpuruk PDB perikananÂnya, pertama kali minus PDB perikanannya. Begitu juga (negÂara) yang lain, Semua itu mestiÂnya menyadarkan kita Indonesia bisa dan mampu dan kita punya. Saya yang memiliki pendidikan terendah di jajaran anak bangsa, merasa bangga mengatakan dan menyatakan hal ini,†tegas Susi. (Yuska Apitya/dtk)
Bagi Halaman