Adapun pertiwi mengaku nekat memalsukan label halal, yang lazim­nya dikeluarkan Majelis Ulama In­donesia. Logo halal ditempel pada kemasan camilan Bikini lantaran banyak konsumen yang menan­yakan kehalalan produk yang di­produksi dan dipasarkan Pertiwi Handayanti, 19 tahun, itu.

“Bukan halal MUI karena banyak konsumen yang menanyakan keha­lalannya. Makanya saya memberi label halal, tapi bukan label halal yang dikeluarkan MUI,” kata Pertiwi dalam pernyataan tertulis, Sabtu, 6 Agustus 2016. Ia pun mengaku su­dah berniat mengajukan perizinan produknya.

Namun, karena merasa ada keti­daktahuan dalam mengurusnya, Pertiwi mengklaim belum sempat mendaftarkan Bikini ke Dinas Kese­hatan. “Untuk label halal yang ada di kemasan itu saya memasukkan logo halal biasa karena saya juga menge­tahui kalau pakai label MUI asli tidak boleh.”

BACA JUGA :  Tukang Kasur Keliling di Sampang Cabuli Bocah 6 Tahun hingga Trauma

Ia berani memberikan label halal memang karena menjamin produknya halal. Sebab, bahan bakunya hanya terdiri atas bihun beras, minyak goreng, dan bumbu penyedap. Namun Tiwi tetap me­minta maaf kepada masyarakat yang menilai camilan Bikini mengandung unsur pornografi.

Ia mengaku tidak mengetahui bahwa produknya memunculkan penolakan dan kehebohan publik. “Sekali lagi, dengan sejujurnya, saya tidak mengetahui bakal seperti ini karena saya pun tidak berpikiran sampai ke pornografi. Sebab, gam­bar tersebut merupakan bentuk ani­masi bukan gambar riil.”

Sementara itu, Menteri Pendidi­kan dan Kebudayaan Muhadjir Ef­fendy menyatakan tidak setuju pem­buat snack “Bikini” atau mi Bihun Kekinian (Bikini) dipidanakan kare­na produk makanan ringan tersebut berawal dari tugas kampus. “Kami hargai kreativitas dia. Saya tidak setuju kalau dipidanakan,” ujarnya setelah bertemu dengan Wakil Pres­iden Jusuf Kalla di Jakarta, Senin, 8 Agustus 2016. Pertiwi Handayanti, 19 tahun, sang pembuat Mi Bikini, adalah mahasiswi salah satu univer­sitas di Bandung.

BACA JUGA :  Cekcok dengan Istri, Pria di Makassar Bakar Rumah Mertua

Muhadjir menegaskan bahwa ti­dak ada yang salah dari segi kreativi­tas murid dalam produksi makanan ringan jenis bihun yang cara memak­annya diremas lebih dulu. “Gurulah yang seharusnya punya otoritas men­garahkan kreativitas murid. Mung­kin saja itu keteledoran guru yang banyak pekerjaan. Guru bisa dikenai sanksi pelanggaran etika, tapi murid­nya jangan dipasung,” ujar Muhad­jir, yang baru menjabat Mendikbud menggantikan Anies Baswedan.

Walau begitu, terkait dengan penarikan produk tersebut dari pasar, dia menyatakan setuju karena memang dapat menimbulkan kon­troversi di tengah masyarakat.

(Yuska Apitya/tmp)

Halaman:
« 1 2 » Semua
============================================================
============================================================
============================================================