Data Kementerian Dalam Neg­eri mencatat jumlah desa mencapai 74.093 dan kelurahan mencapai 8.412. Kondisi masing-masing desa/ kelurahan tersebut sangat beragam, baik dari segi tipologi, kondisi sum­berdaya manusia hingga kesiapan aparatur dan lainnya.

Diakui Priyadi saat ini kegiatan sosial ekonomi masyarakat desa masih terbatas dan pengelolaan sumber daya alam masih kurang op­timal. Karena itu dibutuhkan peta untuk mengoptimalkan kegiatan pembangunan didesa.

“Perencanaan pembangunan desa dengan potensi sektor perta­nian tentu berbeda dengan desa yang memiliki potensi pariwisata,” tambahnya.

Menurutnya salah satu tantan­gan pembangunan nasional ber­basis desa dan daerah pinggiran antara lain ketersediaan data dan informasi geospasial yang memadai, baik cakupan ketersediaan maupun tingkat kedetilan yang masih sangat terbatas.

Informasi geospasial yang dibu­tuhkan adalah informasi geospasial skala besar yang disajikan pada peta yang dapat menampilkan kondisi desa dengan baik. “Kami menjem­batani kebutuhan pemetaan dengan dengan menggunakan citra pengin­deraan jauh resolusi sangat tinggi untuk membuat peta citra desa se­bagai dasar pemetaan tematik dasar wilayah,” tukasnya.

BACA JUGA :  Kecelakaan Pemotor Tewas Mengenaskan Tergeletak di Jalan Poros Trans Sulawesi, Korban Tabrak Lari

Dalam rangka mendorong per­cepatan kebijakan satu peta (one map policy), BIG juga merangkul beberapa universitas, salah satunya Institut Pertanian Bogor (IPB).

“BIG menyebarluaskan data in­formasi geospasial agar kabupaten tidak menggunakan data asal-asalan untuk perencanaanya,” kata dia.

Priyadi menegaskan, semua peta tata ruang harus dikonsulta­sikan dengan BIG. Namun sumber daya manusia (SDM) di daerah ter­batas padahal daerah punya kewa­jiban membuat peta tematik skala 1: 50.000.

Di sisi lain, BIG pun harus men­dorong sinkronisasi informasi geo­spasial tematik (IGT) berupa 85 tema peta tematik bisa rampung hingga 2019. Di tahun 2016, ditarget­kan 17 peta tematik yang mengacu pada peta rupa bumi Indonesia (RBI) skala 1: 50.000 akan diram­pungkan.

Wilayah Kalimantan menjadi salah satu wilayah yang diprioritas­kan pemetaannya. Di samping itu, tahun 2016, BIG juga berkonsentrasi untuk pemetaan desa. “BIG mem­bantu membina data spasial dan simpul jaringan pengelolaan data,” ujarnya.

BACA JUGA :  Kecelakaan Bus Angkut 35 Orang Terguling usai Tabrak Tebing di Bantul

Priyadi menjelaska,n peta desa merupakan peta tematik dasar yang terbagi menjadi peta citra, in­frastruktur dan tutupan lahan. BIG misalnya membuatkan peta-peta tersebut dan desa melalui sistem informasi desa berkewajiban untuk mengisinya.

Kejelasan peta batas desa, berar­ti pula kejelasan peta kelurahan, ke­camatan, kabupaten hingga provin­si. Potensi konflik dapat dicegah dengan adanya data spasial yang bisa pula diintegrasikan dengan data statistik yang dimiliki Badan Pusat Statistik.

Sementara itu untuk kerja sama dengan universitas, terkait pengem­bangan SDM yang sangat dibutuh­kan untuk bidang pemetaan dan geospasial.

Priyadi menambahkan SDM di bidang geospasial sangat minim. Untuk mendukung pemetaan skala 1:50.000 tahun 2016, BIG membu­tuhkan 1200 orang tenaga pemetaan. “Kita telah memiliki program pada Pusat Pengembangan Infrastruktur Data Spasial untuk mencetak tenaga pemetaan dengan 13 universitas,” tandasnya.(Yuska Apitya)

Halaman:
« 1 2 » Semua
============================================================
============================================================
============================================================