bn-jv494_0813ru_gr_20150813052510JAKARTA, TODAY—Neraca perdagangan Indonesia secara perlahan memperlihatkan indikasi perbaikan, data terkini yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) kemarin yang mencatat surplus sebesar US$ 1,21 miliar untuk September, menjadi indikasi awal terjadinya perbaikan perdagangan Indonesia yang diperkirakan masih akan berlanjut hingga sisa akhir tahun ini.

Total ekspor Indonesia pada September mencapai US$ 12,51 miliar, turun dibanding Agustus yang mencapai US$ 12,75 miliar, namun impor pada September turun ke level US$ 11,3 miliar dibanding impor pada Agustus yang masih tinggi sebesar US$ 12,4 miliar, penurunan impor menjadi penopang perbaikan neraca perdagangan Indonesia.

“Perbaikan ekspor ditopang oleh kenaikan harga komoditas khususnya kenaikan harga batu bara dan palm oil,” kata Ekonom Bahana Securities Fakhrul Fulvian, dalam risetnya dikutip detikFinance, Rabu (19/10/2016).

Surplus neraca perdagangan Indonesia sudah terjadi sejak beberapa bulan terakhir, meski surplus yang terbesar baru tercatat pada September. Hal ini memperlihatkan bahwa defisit neraca perdagangan Indonesia yang terburuk sudah terlampaui dan saat ini perdagangan Indonesia memasuki tahapan perbaikan.

BACA JUGA :  Lokasi SIM Keliling Kabupaten Bogor, Rabu 1 Mei 2024

“Ini bisa terlihat dari rasio harga barang ekspor terhadap barang impor yang cenderung membaik satu tahun belakangan, didukung oleh penurunan harga barang impor dan kecenderungan perbaikan harga komoditas,” ungkap Fakhrul.

Membaiknya neraca perdagangan ini, memberi ruang bagi kebijakan moneter untuk melonggarkan kebijakan suku bunga, di tengah-tengah rendahnya angka inflasi dan penguatan nilai tukar.

Tekanan inflasi diperkirakan masih akan stabil rendah hingga akhir tahun meskipun secara musiman permintaan naik pada akhir tahun, namun tekanan kenaikan tidak akan terlalu besar.

Bahana memperkirakan inflasi pada akhir 2016 sebesar 3,3%, mendekati batas bawah perkiraan Bank Indonesia sekitar 3% hingga 5% sepanjang 2016. Pada September inflasi tercatat sebesar 3,07%, terkendalinya inflasi membuka ruang bagi Bank Indonesia untuk melakukan pelonggaran kebijakan moneter ke depannya.

BACA JUGA :  Tim Bulu Tangkis Indonesia Putri Juara Runner Up Piala Uber 2024

“Saat ini adalah masa-masa pelonggaran kebijakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kami memperkirakan BI masih punya ruang memangkas suku bunga sampai pada tahun 2017,” ucap dia.

Bank Indonesia bulan lalu memotong BI 7-days repo rate sebesar 25 bps menjadi 5% demi mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah-tengah inflasi dan nilai tukar yang stabil.

Bank sentral memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada tahun ini berada pada kisaran 4,9% -5,3%.

“Indonesia saat ini membutuhkan kejutan data-data perekonomian yang positif karena sebenarnya secara fundamental ekonomi kita membaik, kita perlu suku bunga rendah untuk mendorong daya beli masyarakat,” ungkap Fakhrul.

 

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================