Jepang berharap Indonesia dapat memperkuat kepemimpinannya di ASEAN dalam menghadapi fenomena global tersebut, antara lain melalui percepatan perundingan RCEP yang digagas Indonesia pada tahun 2011. Jepang secara khusus menekankan pentingnya prinsip inclusiveness daninnovation-oriented dalam RCEP yang ditunjang oleh kerja sama ekonomi dan peningkatan kapasitas.

Enggar menyatakan, kapasitas ekonomi, kerangka hukum, serta sumber daya manusia di antara negara anggota RCEP sangat beragam. Sehingga tidak semua harapan untuk mencapai sebuah perjanjian yang ambisius akan mudah dicapai, terutama pada tahapan awal implementasi.  Untuk itu, perlu disepakati rules yang visioner pada tahap awal.

“Kita dapat memulainya dengan menyepakati hal-hal yang doable untuk saat ini, dan secara paralel merumuskan semacam built-in agenda agar rules dalam RCEP dapat selalu disesuaikan dengan perkembangan teknologi. Kita yakin pendekatan seperti itu akan membantu para perunding RCEP untuk menyelesaikan negosiasinya akhir tahun ini,” kata dia.

Menteri METI Hiroshige Seko‎ menanggapi positif usulan Indonesia tersebut. Dia juga memberikan penghargaan kepada Indonesia yang memimpin perundingan RCEP ini melalui isu-isu yang cukup sulit.

Dalam kesempatan pertemuan bilateral tersebut, Indonesia juga menegaskan permintaan kepada Jepang untuk mulai melakukan tinjauan lengkap terhadap Indonesia–Japan Economic Partnership Agreement atau IJEPA yang mulai efektif sejak tahun 2008, terutama karena Indonesia mempunyai kepentingan untuk meningkatkan akses pasar produk pertanian, kehutanan dan perikanan.

Kerja sama RCEP melibatkan 10 negara anggota ASEAN, yakni Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina, Brunei Darussalam, Vietnam, Laos, Myanmar, dan Kamboja serta mitra dagang ASEAN, seperti China, Jepang, Korea, India, Australia, dan Selandia Baru.(Yuska Apitya)