JAKARTA TODAY- Badan Pusat Statistik (BPS) meramalkan, laju inflasi pada Mei dan Juni mendatang berpotensi lebih tinggi dibandingkan inflasi April yang tercatat sebesar 0,09 persen. Pasalnya, kedua bulan tersebut bertepatan dengan masa puasa dan peringatan Hari Besar Idul Fitri atau Lebaran.

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, bersamaan dengan periode puasa dan Lebaran tersebut, ada kecenderungan meningkatnya harga kebutuhan pokok atau dari kelompok bahan makanan sehingga tentu memberikan dampak pada terkereknya inflasi.

“Kalau melihat yang sudah sering terjadi, selalu ada kenaikan (harga bahan pokok) di bulan puasa dan Lebaran karena permintaan bahan makanan tinggi. Jadi, harus hati-hati saat Lebaran, terutama bulan Juni,” ujar Ketjuk, sapaan akrabnya di kantor BPS, Selasa (2/5).

Ketjuk memperkirakan, sejumlah komoditas pangan yang cenderung mengalami peningkatan dari segi harga maupun permintaan pada puasa dan Lebaran serta berkontribusi pada inflasi, yakni daging ayam, daging sapi, cabai merah, beras, dan minyak goreng.

Hanya saja, tren deflasi pada komponen gejolak harga pangan (volatile foods) dalam beberapa bulan terakhir, membuat Ketjuk masih optimis bahwa sumbangan inflasi dari volatile foods tak terkerek terlalu jauh.

BACA JUGA :  Jadwal SIM Keliling Kabupaten Bogor, Selasa 14 Mei 2024

Di saat yang bersamaan, pemerintah, sambung Ketjuk terus berupaya agar volatile foods tak meninggi melalui menjagaan rantai pasokan bahan pangan dari sentra produksi hingga ke tangan konsumen. Hasilnya sendiri, memang terasa dalam dua bulan terakhir di mana volatile foods mengalami deflasi 0,77 persen pada Maret dan deflasi 1,13 persen pada April.

Tak hanya dihantui oleh kenaikan harga bahan pangan, prediksi kenaikan inflasi pada Mei dan Juni mendatang juga akan mendapat pengaruh dari komponen tingkat harga yang diatur oleh pemerintah (administered price).

Bahkan sejak awal tahun, komponen ini terus memberikan tekanan pada inflasi, yakni sebagai imbas dari kebijakan yang diambil pemerintah berupa kenaikan tarif dasar listrik (TDL) tahap ketiga bagi pengguna listrik berkapasitas 900 voltampere (VA) non subsidi mulai 1 Mei. “Tarif listrik akan meningkat di bulan Mei. Kalau dilihat dari komposisi pemakaian listrik rumah tangga untuk pra bayar itu lebih kecil dibandingkan yang pasca bayar. Jadi, dampak inflasi akan lebih tinggi dirasakan di Juni,” jelas Ketjuk.

BACA JUGA :  Pria di Bogor Nekat Gantung Diri di Tengah Hutan, Sempat Izin Pamit ke Istri dan Jagain Anak-anak

Hanya saja, Ketjuk belum bisa memprediksikan kisaran inflasi Mei dan Juni dengan mempertimbangkan pengaruh dari kedua komponen tersebut, baik volatile foods dan administered price. Pasalnya, kedua komponen bisa saja saling mengisi seperti yang terjadi pada bulan ini di mana volatile foods deflasi dan administered price inflasi.

“Andil kenaikan listrik Maret hanya 0,08 persen sedangkan bulan ini 0,2 persen. Tapi karena dia dikompensasi dan dinetralisir oleh deflasi bahan makanan jadi inflasi April rendah,” terang Ketjuk.

Sementara, untuk April lalu, BPS mencatat laju inflasi berada dikisaran 0,09 persen, yang mendapat kontribusi besar dari dampak kenaikan tarif dasar listrik (TDL) tahap kedua bagi pengguna listrik berkapasitas 900 voltampere (VA) pasca bayar yang mulai merasakan kenaikan listrik sejak 1 Maret lalu. (Yuska Apitya/CNN)

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================