Selain pasien pria itu, Andri mengatakan ia juga mendapati pasien lain, yakni perempuan usia paruh baya. Ia datang padanya dengan ketakutan yang luar biasa.

“Berita dari media sosial yang dia baca berkaitan dengan gejolak demo belakangan ini dan berita hoax yang dia baca tentang etnis Tionghoa membuat bayangan traumatik di masa tahun 1998 kembali teringat,” ujarnya.

Pasien mengatakan saat 1998 dia di jalan hampir mengalami dampak dari keberingasan massa. Saat itu setelah peristiwa 1998 dia menjalani perawatan psikiatrik karena masalah yang terkait dengan traumatik yang dia alami.

Ketidakstabilan situasi saat ini dan banyaknya berita-berita yang simpang siur dan hoax berkaitan dengan kondisi sekarang seperti menjadi pemicu buat dirinya. Di satu pihak dia tidak mau untuk membaca hal tersebut namun di lain pihak dia merasa susah menghindari informasi tersebut yang sangat masif dan berlebihan di media sosial bahkan group WhatssApp keluarga yang dia ikuti. Gejala-gejala kecemasan yang menyerupai kepanikan timbul kembali dan sering datang.

“Saya memang merasa bahwa arus informasi saat ini sangat berlebihan dan kadang kita sendiri tidak mampu untuk mengatasi derasnya arus informasi tersebut,” ujar Andri.

BACA JUGA :  Maraknya Kasus Pencurian Hewan Ternak Resahkan Warga Kecamatan Leuwisadeng

Begitu banyaknya informasi, kata dia, membuat publik sulit memilah mana yang benar mana yang salah. Mana yang benar terjadi mana yang merupakan informasi bikinan yang memang sengaja dibuat untuk kepentingan tertentu.

“Sayangnya semua orang seolah merasa ingin untuk ikutan menyebarkan berita dan informasi yang belum tentu benar tersebut. Kadang mungkin hanya karena ingin dikatakan update berita,” tambah dia.

Dengan berbagai kejadian itu, kata Andri, tidak heran juga kita mulai melihat adanya konflik-konflik di kolom komentar Facebook dan mention Twitter. Bahkan di WhatssApp group yang kita miliki saja banyak yang akhirnya ribut karena saling bersilang pendapat tentang topik yang diposting. Informasi saling diadukan sampai yang membacanya sendiri akhirnya merasa tidak nyaman.

BACA JUGA :  Wajib Coba! Sambal Mangga Cincang yang Segar dan Pedas Nampol

“Beberapa di antaranya memilih untuk unfriend atau unfollow temannya. Bahkan beberapa meninggalkan group WhatssApp yang selama ini dia ikuti karena merasa tidak nyaman setiap hari harus berhadapan dengan perang opini yang kadang tidak berkesesudahan. Padahal mungkin yang dibicarakan pun tidak ada sangkut pautnya dengan orang tersebut,” ujarnya.

Lebih jauh, Andri lalu menganjurkan agar bijak dalam menggunakan media sosial. Di antaranya dengan membagi berita positif dan terpercaya kebenarannya, dan tidak memberi komentar yang memicu konflik. (Yuska/reu)

Halaman:
« ‹ 1 2 » Semua
============================================================
============================================================
============================================================