“Kalau ekosistem kreatif itu terbentuk bisa mengakselerasi pengembangan pariwisata. Dan intinya itu bisa memberdayakan pelaku pariwisata, menambah kesejahteraannya. Misalnya jika musik etnik dan seni pertunjukan seperti tari makin oke dan jadi atraksi di destinasi, kan sanggar-sanggar seni hidup. Saya kira Pak Wishnu bisa menggarap itu menjadi global standard,” ujarnya.

Anas juga menekankan pentingnya pengembangan ekonomi kreatif berbasis masyarakat desa untuk mengakselerasi pariwisata. “Ke depan perlu diperkuat sentuhan terstandar pada subsektor-subsektor ekonomi kreatif yang selama ini menopang pariwisata. Tapi tetap harus berbasis masyarakat desa, tidak boleh semata-mata hanya asal berstandar global tapi tidak membangun partipasi masyarakat lokal,” papar Anas.

BACA JUGA :  Jadwal Pemberangkatan dan Pemulangan Jemaah Haji Indonesia 2024, Simak Ini

Anas menambahkan, 16 subsektor ekonomi kreatif sejatinya bisa menopang pengembangan pariwisata. Mulai aplikasi dan pengembangan permainan, arsitektur, desain produk, fesyen, desain interior, desain komunikasi visual, seni pertunjukan; film, animasi dan video; fotografi, kriya, kuliner, musik, penerbitan, periklanan, seni rupa, serta televisi dan radio; semunya bisa dikaitkan dengan pariwisata. Namun, tentu tidak semua bisa difokuskan pengembangannya untuk menopang pariwisata.

BACA JUGA :  Lokasi SIM Keliling Kota Bogor, Kamis 2 Mei 2024

“Ada kekhawatiran pelaku ekonomi kreatif bahwa jika digabung seolah-olah semua subsektor kreatif didedikasikan untuk tourism. Tentu tidak seperti itu saya kira. Bahwa ekonomi kreatif menunjang pariwisata, memang iya. Tapi pasti tidak semuanya untuk mengejar target pariwisata. Saya kira Pak Wishnutama paham soal itu, jadi pelaku kreatif tidak perlu khawatir,” pungkasnya. (Carfine/net)

Halaman:
« ‹ 1 2 » Semua
============================================================
============================================================
============================================================