Keunggulan yang dimiliki oleh biodiesel B20 dibandingkan solar biasa meliputi cetane number sebesar 51 (centane number solar: 48). Cetane number biodiesel yang lebih rendah ini menggambarkan bahwa biodiesel lebih mudah terbakar dalam kompresi, sehingga ketukan mesin kendaraan akan berkurang dan kendaraan akan berjalan secara halus.

Selain itu berdasarkan data spesifikasi solar/biosolar Pertamina, kehadiran biodiesel memangkas kadar sulfur maksimal pada solar dari 3500 ppm menjadi 2500 ppm. Ini menggambarkan bahwa biodiesel menyababkan pembakaran mesin yang lebih bersih dan menyisakan emisi yang lebih sedikit. Keunggulan-keunggulan biodiesel tersebut tentunya dapat menjembatani Indonesia untuk mencapai tujuan Affordable and Clean Energy dalam SDGs.

Penerapan Biodiesel Saat ini

Pemerintah Indonesia sudah mewajibkan badan usaha bahan bakar minyak (BBM) untuk mencampurkan biodiesel dengan BBM jenis solar melalui pasal 3 ayat 1 Peraturan Menteri ESDM Nomor 41 tahun 2018. Dengan ini, dapat dikatakan bahwa biodiesel sudah digunakan dalam kehidupan sehari-sehari masyarakat Indonesia.

BACA JUGA :  Resep Membuat Donburi Ayam Krispi untuk Menu Makan Andalan Keluarga

Berdasarkan proyeksi yang dilakukan oleh Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), kebutuhan solar Indonesia akan meningkat dari 49,96 juta kiloliter pada tahun 2019 menjadi 79,28 juta kiloliter pada tahun 2025.

Untuk itu, kebutuhan biodiesel juga dipastikan akan meningkat dengan target rata-rata peningkatan sebesar 14% per tahun. Idealnya, dengan kondisi seperti ini Indonesia dapat menjadikan biodiesel sebagai bahan bakar utama sekaligus berpotensi menjadi eksportir biodiesel aktif dunia.

Bukan Tanpa Resiko

Setelah menerima kabar baik mengenai kemampuan biodiesel yang berpotensi untuk membantu Indonesia dalam mencapai SDGs, Indonesia juga harus menerima kenyataan bahwa penerapan biodiesel yang ramah lingkungan ini bukan tanpa resiko.

Kepala Laboratorium Motor Bakar dan Sistem Pembakaran Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Bambang Sudarmanta, menjelaskan bahwa biodiesel B20 memiliki kekentalan lebih tinggi serta kadar kotoran yang tidak terbakar lebih banyak dibandingkan solar. Sifat-sifat B20 tersebut dinilai bisa mempengaruhi masa pakai komponen saringan bahan bakar serta penyemprot bahan bakar di mesin.

BACA JUGA :  Tukang Kasur Keliling di Sampang Cabuli Bocah 6 Tahun hingga Trauma

GM Product Development Isuzu Astra Motor Indonesia (IAMI), Tonton Eko, juga menambahkan bahwa B20 memiliki sifat detergen yang dapat menguras kotoran yang sudah ada sebelumnya di tangki bahan bakar sehingga kotoran tersebut dapat bercampur dengan bahan bakar dan berpotensi masuk ke ruang pembakaran.

Sebagai dampak dari sifat-sifat yang dimiliki biodiesel tersebut, konsumen harus menanggung resikonya sendiri, mulai dari mengganti saringan bahan bakar lebih cepat, resiko kerusakan penyemprot, hingga peningkatan frekuensi pengurasan tangki bahan bakar.

Tentunya resiko-resiko itu akan lebih memberatkan bagi masyarakat yang menggunakan kendaraannya sebagai keperluan usaha atau pekerjaan. Dengan melihat paparan resiko yang ada, apakah biodiesel masih menjanjikan untuk keberlangsungan bahan bakar terbarukan dalam upaya mencapai tujuan Affordable and Clean Energy dalam SDGs? (*)

Halaman:
« ‹ 1 2 » Semua
============================================================
============================================================
============================================================