JAKARTA TODAY — Peretasan akun Instagram membawa dampak berbeda bagi kedua pihak. Pemilik akun tentu akan merasa dirugikan, sementara pihak yang meretas memperoleh sejumlah keuntungan secara materi.

Pada awal November ini, Motherboard melaporkan bahwa sejumlah akun milik influencers Instagram telah diretas. Peretasan itu ternyata memiliki motif mencari keuntungan. Korban diminta untuk membayar hingga ribuan dolar AS untuk mengembalikan lagi akun miliknya.

Permintaan tersebut kemudian menjadi dilema bagi korban sebab proses pengembalian akun melalui Instagram sendiri cukup rumit dan tak dapat dilakukan dalam waktu yang sebentar. Salah satu jalan keluarnya adalah dengan menggunakan jasa White hat hacker atau peretas topi putih.

Menurut Security Boulevard, Peretas topi putih adalah peretas yang bekerja memanfaatkan keahliannya sesuai dengan etika. Dengan kata lain, peretas jenis ini memanfaatkan keahliannya untuk hal yang lebih baik.

Jasa tersebut kini bukan sesuatu yang gratis. Mereka juga bisa memperoleh keuntungan dari apa yang menimpa korban peretasan.

BACA JUGA :  Cari Wawasan Soal Perguruan Tinggi, Pelajar SMAN 10 Bogor Kunjungi UGM

“Biasanya saya menagih lebih dari US$1.500 tetapi saya hanya bisa menagih US$1.200, karena banyak pekerjaan dan membutuhkan waktu,” kata salah seorang peretas topi putih Juan Diego J Pelaez.

Aksi peretasan ini sebenarnya bermanfaat bagi sejumlah platform media sosial seperti Instagram. Facebook yang juga induk perusahaan Instagram telah beberapa kali membayar para peretas yang berhasil menemukan celah keamanan dan melaporkannya pada Facebook. Hal ini tentu bisa menjadi mata pencaharian bagi para peretas.

Bahkan, Facebook menghadiahi hingga US$30.000 pada seorang peneliti keamanan Laxman Muthiya yang telah menemukan cara untuk meretas akun Instagram seseorang tanpa sepengetahuannya. Pada akhirnya, Facebook segera memperbaiki celah tersebut.

Dilansir dari Forbes, sekelompok peretas sebanyak enam orang memperoleh uang masing-masing US$1 juta dengan menemukan celah keamanan siber perusahaan.

HackerOne merupakan sebuah platform yang menghubungkan para peneliti keamanan siber dengan perusahaan seperti Google, Intel, dan Twitter. Usia mereka berkisar antara 19 hingga 35 tahun.

BACA JUGA :  Penutupan Akses Jalan Oleh Plaza Jambu Dua, Pemkot Sebut Itu Jalan Umum

Jika peretas dengan keahliannya dapat memperoleh keuntungan, sayangnya hal tersebut tidak terjadi bagi para pemilik akun yang menjadi korban. Apalagi bagi mereka yang justru menggantungkan kegiatan bisnisnya pada akun Instagram.

Dilansir dari BBC, seorang desainer pakaian asal London bernama Bree Kotomah harus merelakan pekerjaannya setelah akun yang biasa ia gunakan untuk mempromosikan produk pakaian buatannya.

Hilangnya akun Instagram milik Kotomah membuatnya berhenti mendesain hingga dua bulan dan mempertimbangkan untuk mencari pekerjaan lain. Kemudian butuh waktu beberapa bulan untuk membuat akun baru dan memiliki pengikut yang banyak.

“Bisnis saya pada waktu itu adalah mata pencaharian saya. Itulah yang saya lakukan penuh waktu. Saya wiraswasta. Jadi jika saya tidak menghasilkan uang dari bekerja, saya tidak menghasilkan uang sama sekali sehingga saya hanya berpikir seperti, ‘Apa yang akan saya lakukan?” jelas Kotoma. Seperti dikutip CNN Indonesia (Anata/PKL/net)

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================