Oleh : Alfian Mujani

Dunia kini tengah dilanda kecemasan tingkat dewa. Bukan lantaran gegara Kim Jong Un, penguasa tunggal Korea Utara, mengancam akan memuntahkan senjata nuklir ke daratan Cina. Bukan juga gegara Kim Jong Un menggelontorkan dana Rp 51 miliar untuk membeli BH dan celana dalam wanita. Tetapi karena dunia sama sekali tak memiliki formula untuk menangkal dampak virus corona alias Covid-19 yang sangat buruk terhadap perekonomian dunia.

Mahluk kecil tak kasat mata telanjang itu, telah membuat para pakar ekonomi terkemuka di dunia kehilangan akal. Padahal virus corona ini baru melakukan serangannya pada 17 Februari 2020 lalu di Wuhan, Cina. Pada saat itu, di luar Cina yang dinyatakan terinfeksi virus corona kurang dari 1.000 orang.

Mahluk super kecil yang oleh sementara kalangan agamawan dianggap sebagai tentara dari langit untuk membungkam kesombongan itu, samasekali tidak terbayang dan terfikirkan oleh siapapun. Index Dow Jones sendiri pada waktu itu masih mendekati level 30,000 terdorong oleh ekspansi terpanjang dalam sejarah ekonomi Amerika Serikat. Para investor pun masih tampak normal.

Namun, satu bulan lebih setelah terjadinya serangan virus dan Covid-19 merebak ke seluruh dunia secara cepat, para investor seperti masuk ke dalam lorong gelap tanpa sinar sedikit pun. Virus corona meledak dan menyebar di Italia, Korea, Spanyol, Prancis, Jerman, Inggris, Amerika, India, dan juga Indonesia.

Gelombang serangan virus corona yang maha dahsyat ini seketika menghentikan secara mendadak laju mesin bisnis di seluruh dunia. Pasar saham ambyar dan harga sahampun rontok. Kondisi ini memaksa seluruh bank sentral di dunia mengambil tindakan emergensi melebihi saat krisis keuangan tahun 2008.

Resesi global pasca serangan Covid-19 tak pernah terpikirkan akan terjadi pada 2020 ini. Saking kehilangan akal dan kehilangan harapannya, semua pakar ekonomi menyimpulkan bahwa pandemi global akan menyeret ekonomi dunia kepada resesi berkepanjangan. Harap dicatat juga, apa yang terjadi saat ini barulah awal permulaan dari tragedi merebaknya virus corona di luar Cina.

Di Amerika, Presiden Donald Trump telah meminta Kongres (DPR) untuk menyetujui pemakaian dana USD 1 triliun atau sekitar Rp 16.000 triliun untuk menyuntik dana yang diharapkan dapat mencegah terjadinya PHK massal akibat runtuhnya bisnis pariwisata dan turunannya. Di berbagai belahan dunia saat ini, termasuk di Indonesia, bisnis hotel, restouran, rumah hiburan malam dan maskapai penerbangan mulai mengalami kesulitan cashflow.

Di Indonesia, kamar-kamar hotel dan ruang-ruang meeting yang biasanya selalu penuh dan riuh dengan berbagai acara, kini tampak kosong melompong. Hotel-hotel sepi bagaikan tak berpenghuni. Di Kota Bandung, misalnya, kamar hotel mewah berbintang lima yang biasa dibanderol Rp 3.000.000 permalam, kini konon ada yang ditawarkan dengan tarif tiga juta rupiah untuk satu bulan.

BACA JUGA :  Datangi ke Lokasi Bencana di Kota Bogor, Hery Antasari Tinjau Penanganan dan Mitigasi

Ruang-ruang restoran hotel berbintang 4 dan 5 yang biasanya selalu diwarnai antrean orang makan siang, kini tampak kosong melompong. Suasananya tampak hening. Sampai saat ini, kita belum melihat langkah apa yang akan diambil pemerintah Indonesia untuk menolong dunia usaha yang sudah mulai rontok ini. Beberapa perusahaan mulai membayar gaji karyawannya dengan cara dicicil. Sebagian mulai berancang-ancang untuk melakukan PHK.

Sementara itu, pemerintah Inggris menyatakan akan membayar 80% gaji dari para karyawan yangg kehilangan pekerjaan karena perusahaan tempat mereka kerja mengalami kesulitan keuangan akibat serangan virus corona global.

Goldman Sachs memperkirakan, sekitar 2,25 juta penduduk Amerika Serikat akan mengajukan tunjangan PHK. Ini merupakan angka PHK terbesar dalam sejarah Amerika Serikat. Sementara penyebaran virus corona terus meningkat di berbagai belahan dunia. Jumlah korban bertambah bagaikan deret ukur, sementara penyembuhannya berberak mengikuti deret hitung.

Hampir seluruh negara maju melakukan penutupan (lockdown) yang menyebabkan puluhan orang berdiam di rumah. Di Indonesia, pemerintah memberlakukan PSBB (Pembatasan Sosial Bersekala Besar) per 10 April ini. Salah satu sektor lapangan kerja padat karya yang akan terkena dampak langsung dari penerapan PSBB ini adalah sektor transportasi.

Di Jakarta, ribuan pengemudi Ojol (ojeg online) yang bakal dilarang mengangkut penumpang orang, mulai resah. Mereka mulai mempertanyakan bantuan apa yang akan pemerintah berikan kepada mereka jika mereka dilarang mengangkut penumpang orang. Sekarang saja, sebelum diberlakukan PSBB pendapatan mereka sudah turun tajam.

Di berbagai negara di dunia, sudah banyak terekspos bahwa bisnis dan pekerja di bidang transportasi, hospitaliti mengalami keruntuhan ketika bisnis penerbangan mengalami keruntuhan. Lalu banyak bar, restauran dan segala usaha pendukung industry perhotelan dan pariwisata pun terpaksa ditutup.

Moody, lembaga pemeringkat efek dunia, memperkirakan dalam skenario terburuknya bahwa seluruh industri akan hancur lebuh. Pada saat pandemic Covid-19 masih terus merebak, para ekonom sudah berpikir bagaimana tragedi ini akan mengubah dunia. Eswar Prasad, profesor politik ekonomi Universitas Cornell menyatakan, kondisi pandemic akan mendorong perusahaan-perusahaan untuk mengkaji kembali biaya integrasi ekonomi global. Arus barang, modal, dan orang telah menghasilkan keuntungan yang sangat besar. Namun juga telah menciptakan saluran penularan global yang cepat dari guncangan keuangan, konflik geopolitikal, dan epidemic.

BACA JUGA :  Usai Bunuh Kekasih, Pria di Batang Nekat Gantung Diri

Akibat wabah virus corona ini hampir 1/3 dana pasar saham menguap. Indeks saham Dow Jones anjlok sekitar 35 % dalam sebulan. Saham-saham perusahaan penerbangan seperti United Airlines sudah jatuh 70%, saham Hotel Marriot sudah nyungsep 50%. Tren jatuh berguguran ini masih akan berlanjut terus dan akan melahirkan kepanikan-kepanikan baru. Sementara itu, hamper bisastikan kemampuan bank sentral untuk membantu perekonomian pun terbatas.

PHK Besar-besaran
Lalu apa yg akan terjadi berikutnya? Goldmann Sachs (GS) pekan lalu memperingatkan bahwa GDP Amerika akan terjerembab ke level 24% pada kuartal kedua tahu ini. Dengan tingkat pengangguran meningkat 9% dalam tahun ini. Laporan GS menyatakan bahwa akan terjadi PHK, daya beli masyarakat akan jatuh secara cepat dan dramatik.

Menurut GS, dampak dari pandemik global ini akan melahirkan resesi yang jauh lebih buruk dari resesi besar pada tahun 2008. Saat terjadi resesi keuangan pada 2008, GDP Amerika Serikat jatuh 8,4% pada kuartal ke 4. Penurunan GDP ini akan melampaui rekor 10% yang pernah terjadi paska perang dunia ke 2 di awal tahum 1958. Semua gambaran buruk ini akan sama terjadi di seluruh negeri di dunia pada saat ekonomi jatuh karena virus corona.

Ekonom CNN Kevin Hasset memprediksi, pandemic global ini akan mengulang great depression yang dimulai tahun 1929 dan berlangsung selama bertahun tahun. Kita akan mengalami great depression karena tidak mungkin mengirim orang bekerja normal, terlalu berisiko tertular virus corona.

Pelajaran apa yang bias kita ambil? Pertama, wabah corona baru permulaan dan baru sebulan lebih saja, masyarakat sudah mengalami perubahan hidup yang luarbiasa. Jalan terbaik bagi kita adalah jangan sampai terjangkiti virus corona dan juga sampai menularkan. Sebab, sekalipun kita sudah bias mengatasi penyebaran virusnya, kita akan menghadapi masalah besar yaitu depresi ekonomi dunia. Depresi ekonomi adalah resesi yang berkepanjangan.

Seacara teori, yang disebut resesi adala jika terjadi pertumbuhan ekonomi kurang dari 2% dalam 1 tahun, maka depresi lebih dari itu bisa terjadi minus dan selama bertahun tahun. Dr Datuk Sri Tahir, anggota Dewan Pertimbangan Presiden Jokowi, dalam wawancara dengan CNN Indnesia, masih menghibur kita bahwa negeri ini akan mengalami recovery lebih cepat dari Cina dan Jepang dalam mengatasi dampak ekonmi dari pandemic global Covid-19. Benarkah? Wallahu alam bisawaaab….! (*)

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================