“Magot ini kan pakannya sampah-sampah organik. Nah, ketika sampah organik ini dimakan oleh magot maka akan menjadi pupuk kompos berkualitas. Jadi, nantinya kompos ini bisa dijual ke para petani dan magotnya bisa dijual ke peternak ikan lele. Itu dari segi bisnisnya ya, tapi di sini kita mencoba bagaimana cara mengurangi dan menanggulangi sampah yang baik,” kata Deni kepada BogorToday saat menunjukan budidaya magot di TPS 3R yang berada di kantor DLH. Deni menjelaskan, proses budidaya magot itu mudah bahkan untuk panennya pun terbilang cepat karena hanya membutuhkan 11 hari. “Kemarin kita coba 17 gram bibit magot (larva) bantuan dari TPS 3R MBR, kemudian kita budidaya di sini menggunakan 4 media dari ember dan selama 11 hari yang tadinya hanya 17 gram maka bisa menghasilkan 20 kilogram magot. Sedangkan untuk sampahnya, kita bisa mengurangi sebanyak kurang lebih 253 kg dan sampah-sampah tersebut menjadi kompos seberat 5 kg. Di sini kalau kita lihat dari segi bisnisnya sudah terlihat berapa penghasilannya, tapi kita bukan melihat itunya, kita hanya memberi contoh kepada masyarakat supaya sampah-sampah tersebut bisa diolah dengan baik,” jelasnya. Setelah sukses ditahap pertama, lanjut Deni, kini pihaknya mencoba budidaya magot dengan volume yang lebih banyak lagi yakni sebanyak 57 gram larva (bibit magot) bantuan dari MBR dan juga dari Ciparigi. “Sekarang kita coba yang lebih banyak lagi ya, karena kita mendapat bantuan dari MBR dan Ciparigi totalnya 57 gram larva. Sedangkan untuk media embernya kita tambah juga, sekarang ada sekitar 15 ember berukuran besar. Nanti hasilnya kita akan kembalikan lagi ke mereka, karena di sini hanya pembesaran saja,” tutupnya. (Heri)
Halaman:
« ‹ 1 2 » Semua
BACA JUGA :  Kejuaraan Tarung Derajat Wali Kota Bogor Cup II 2024, Persiapan Menuju Porprov 2026
============================================================
============================================================
============================================================