BOGOR-TODAY.COM, CIBINONG – Serapan belanja Pemerintah Kabupaten Bogor terbilang masih rendah. Hingga mendekati akhir semester pertama, Pemkab Bogor mencatat baru merealisasi sekira 40 persen dari target belanja daerah yang ditetapkan sebesar Rp7,776 triliun, pada APBD 2022.

Jumlah tersebut akumulasi dari belanja pegawai sekira 28 persen. Artinya, serapan belanja modal, dan belanja barang dan jasa yang berdampak langsung pada instrumen pembangunan, baru sekira 12 persen.

Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Bogor, Teuku Mulya memaparkan rendahnya serapan anggaran pada APBD Kabupaten Bogor di pertengahan tahun 2022 disebabkan oleh beberapa faktor.

Salah satu faktor rendahnya serapan anggaran karena ada sejumlah proyek pembangunan infrastruktur yang belum dikerjakan.

“Kemarin, kami rapat dengan Plt Bupati Bogor salah satunya membahas peningkatan realisasi belanja,” ujar, Teuku, Jum’at (17/6/2022).

Rapat tersebut, lanjut dia, sekaligus merespon keluhan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, terkait rendahnya realisasi belanja pemerintah daerah (Pemda).

“Setiap tahun Menkeu, statemen seperti itu, bahwa banyak dana di pemda belum terinterimediasi (tersalurkan). Menteri keuangan annonuce (mengumumkan) seperti itu supaya Pemda melakukan percepatan,” katanya.

BACA JUGA :  Diduga Rem Blong, Truk Muatan Batu di Ciampea Bogor Tabrak 3 Mobil

Menurut Teuku, sumbangan terbesar dari rendahnya realisasi belanja, terdapat pada belanja infrastruktur. Proyek tersebut, ada pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) dan Dinas Perumahan, Kawasan Penduduk dan Pertanahan (DPKPP).

“Intinya yang (mengerjakan) infrastruktur, PUPR, DPKPP. Tapi lebih progres DPKPP karena bukan hanya infrastruktur, banyak program-program pengadaan lainnya,” katanya.

Rendahnya realisasi belanja infrastruktur, sambungnya, karena masih banyak paket kegiatan yang proses tendernya sedang berlangsung. Untuk urusan tender, kata dia, berkaitan dengan dinas-dinas selaku pengguna anggaran.

Faktor lain dari minimnya realisasi belanja pada DPUPR tidak hanya disebabkan oleh pengerjaan oleh hal bersifat teknis, tapi juga karena adanya pemanggilan-pemanggilan staf hingga kepala dinas oleh aparat hukum.

“Sekarang juga kan ada pemanggilan- pemanggilan, itu (mungkin) jadi konsentrasi kita pecah . Apalagi PUPR, mungkin ada hambatan di situ dalam proses lelang atau tender,” katanya.

Untuk mengatasi hal tersebut, Teuku menyarankan agar proses tender dan mekanisme tender dipercepat. “Ya, kami minta agar tendernya cepat diselesaikan, agar pelaksanaannya juga bisa secepatnya dilakukan,” tandasnya.

BACA JUGA :  Pemerintah Kota Bogor Targetkan Raih Predikat Utama KLA 2024

Seperti diketahui, Menteri keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati mengeluhkan rendahnya realisasi belanja pemerintah daerah (Pemda). Hal tersebut ditandai dengan membengkaknya saldo dana Pemda di perbankan.

Sri Mulyani mengatakan posisi dana Pemda di perbankan per Mei 2022 sebesar Rp 200 triliun. Angka itu naik dari posisi 2021 Rp 172 triliun dan di 2020 sebesar Rp 165 triliun.

“Kenaikan saldo dana pemda di perbankan ini salah satunya disebabkan oleh belum optimalnya realisasi belanja daerah sampai dengan bulan Mei 2022,” ujarnya, dalam Rapat Koordinasi dengan Gubernur, Bupati dan Walikota di Kementerian Dalam Negeri, Jakarta.

Artinya, menurut Sri Mulyani kecepatan untuk menjalankan instrumen yang penting bagi daerah tidak jalan. Sebab hal itu dipengaruhi kecepatan dalam belanja anggarannya.

Adapun realisasi belanja APBD hingga Mei 2022 sebesar 19,4% atau lebih rendah dibanding dengan tahun sebelumnya, yakni 22,9%.

Rinciannya di 2022, realisasi tertinggi di belanja pegawai 28,7%, belanja lainnya 17,7%, belanja barang dan jasa 16,5%, dan belanja modal 6,7%. (*)

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================