Setelah matahari terbit, perang kembali berkecamuk dengan sangat dahsyat. Peperangan yang terjadi selama dua hari dua malam itu terjadi di sekitar lapangan atau alun-alun Empang. Namun pada saat itu juga, benteng pakuan telah berhasil dijebol dari dalam, karena penghianatan salah seorang santana Pajajaran, yang dalam cerita pantung “Dadap malang sisi Cimandiri” disebutkan bernama Jayaantea.

Dalam pertempuran itu, dua santana Pajajaran gugur yaitu Tohaan Sarendet, dan Tohaan Ratu Sangiang. Setelah musuh berhasil memasuki area keraton. Tak lama berselang, lima bangunan Keraton Pajajaran yang bernama Sri Bima-Punta-Narayana-Madura-Suradipati dihancurkan dan dibakar habis oleh laskar Banten. Bangunan keraton sebagian besar terbuat dari kayu dan atap rumbia itu pun musnah dalam satu malam. Tidak ada lagi sisa-sisa, apalagi peninggalan yang bisa disaksikan saat ini.

BACA JUGA :  Pj. Bupati Bogor Hadiri Kegiatan Prosesi Pengantar Tugas Sekjen Kementerian Dalam Negeri

Setelah Pajaran burak tahun 1579, hampir seluruh kawasan pakuan Pajajaran atau Bogor ditinggalkan oleh seluruh penduduknya. Lahan dan kawasan yang dulu ramai oleh aktivitas penduduk pakuan dibiarkan tanpa tersentuh lagi. Selama seratus tahun itulah, Pakuan Pajajaran menjadi hutan belantara yang lebat, dan dihuni oleh binatang buas, sebelum ditemukan kembali oleh tim ekspedisi Scipio.

Pada masa Kerajaan Sunda Pajajaran masih berdiri, kawasan alun-alun Empang menurut cerita adalah tempat untuk prajurit Kerajaan melaksanakan hukuman, baik kepada penjahat maupun orang yang melanggar perintah. Di alun-alun ini juga pernah ada peninggalan batu monolit yang sayangnya kemudian dihancurkan untuk dijadikan batu pondasi.

Pada tahun 1754, Bupati Kampung baru mengajukan permohonan kepada Gubernur Jenderal Jacob Mossel agar mendapatkan izin untuk menyewa tanah kampung Sukahati untuk menjadi tempat kediamannya.

BACA JUGA :  Bahas Koalisi Jelang Pilkada 2024, PKB Jadi Parpol Pertama Yang Disambangi Golkar

Dalam sebuah dokumen Belanda tertanggal 29 Desember 1761 nomor 9092, disebutkan bahwa Bupati Kampung Baru yaitu Natanagara sudah berkedudukan di kampung Sukahati. Sebelumnya, bupati pertama yang berkedudukan di Kampung Sukahati adalah Demang Wiranata (1749-1758) yang sebelumnya menjadi Patih Cianjur dan adik Dalem Cicondre, Wiratanu III yang dikenal baik oleh Belanda sebagai salah seorang pelopor perkebunan kopi di Jampang.

Lukisan bertahun 1761-1775 tampak jelas menggambarkan suasana rumah Bupati Kampung Baru pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal van der Parra. Di luar pagar alun-alun di depan rumah ada sebuah kolam besar yang disebut Empang. (*)

Halaman:
« 1 2 » Semua
============================================================
============================================================
============================================================