Tujuannya, mereka meminta agar ganja yang saat ini dikategorikan narkotika golongan I itu dilegalkan untuk kepentingan medis. Bagi Santi, ganja medis dibutuhkan untuk pengobatan anaknya, Pika, yang didiagnosis menderita Cerebral Palsy.
Pika sudah tujuh tahun berobat. “Sejak 2015 sampai sekarang, hampir tujuh tahun. Didiagnosis epilepsi awalnya, kemudian radang otak, setelah itu dokter bilangnya Cerebral Palsy,” kata Santi.
Keputusan MK sangatlah penting bagi keberlangsung hidup anaknya. Namun, sejak 2020 hingga sekarang, belum ada tanda-tanda putusan yang akan dikeluarkan MK ihwal gugatan dari Santi, Dwi, dan Novi.
“Saya pun dikejar waktu. Maksudnya anak saya kan masih kejang-kejang. Semua ibu pasti secepatnya anaknya sakit segera sehat,” kata Santi.
Keinginan Santi mendesak putusan dari MK semakin besar. Sebab, Musa, anak dari salah satu pemohon Dwi, meninggal dunia di tengah proses persidangan pada Desember 2020, usai 16 tahun berjuang melawan penyakit Cerebral Palsy. Santi tak ingin Pika bernasib sama seperti Musa.
“Kalau ganja medis bisa menjadi obat, ya saya pengin secepatnya (ganja) bisa segera dilegalkan dan anak saya bisa mendapat pengobatan,” ucap Santi. –(Net).