komnas
Ilustrasi kekerasan berbasis gender online.

BOGOR-TODAY.COM, JAKARTA – Komisi Nasional (Komnas) Perempuan, Southeast Asia Freedom of Expression Network  atau SAFEnet mengungkap dalam setahun terakhir lebih dari 2.000 kasus terkait kekerasan berbasis gender online (KBGO) di media sosial.

Melansir cnnindonesia.com, Selasa (12/7/2022) Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani menyebut dari 1.721 laporan yang diterimanya sepanjang 2021, sebanyak 617 di antaranya merupakan kasus yang dilakukan oleh mantan pacar.

“Pola yang terbesar ada di cyber harassment untuk ranah publik dan sextortion (pemerasan seksual) pada ranah personal,” kata Andy dalam acara INFID bertajuk Eskalasi Pelanggaran HAM Dampak dari Digitalisasi Demokrasi yang digelar, Senin (11/7/2022).

Menurutnya, hubungan yang cukup intim, seperti pacar ataupun mantan pacar, telah menjadi pola tersendiri dalam daftar pelaku kekerasan seksual siber.

Setelah mantan pacar, kategori lain yang paling banyak dilaporkan yakni teman media sosial. Pihaknya menerima 389 aduan dari kasus tersebut.

BACA JUGA :  Ribuan Warga Serukan DOB Bogor Barat di Leuwiliang, Dihadiri Pj Bupati dan Jaro Ade

Selanjutnya ada kategori orang tidak dikenal dengan 324 kasus. Lalu, ada pacar dengan 218 kasus dan teman sebanyak 92 kasus.

Ia menyebut total kekerasan seksual siber yang terjadi di ranah personal mencapai 855 kasus. Sementara di ranah publik sebanyak 866 kasus.

“Penting dilihat, kasus kekerasan seksual terhadap perempuan, tindakan yang dilakukan, baik orang-orang yang memiliki hubungan personal atau impersonal hampir sebanding,” kata dia.

“Untuk melakukan defamasi, merugikan kepentingan si perempuan, dengan maksud balas dendam ataupun intimidasi yang lain, adalah pola yang paling banyak kami temukan pada 1 tahun terakhir ini,” imbuhnya.

Sementara, Direktur Eksekutif Safenet Damar Juniarto menyebut berdasarkan laporan yang diterima Safenet, dari 677 kasus, sebanyak 508 di antaranya adalah kasus penyebaran konten intim non­konsensual. Menurut Damar, korban dari kasus itu mayoritas perempuan dewasa, namun juga terjadi pada laki-laki.

BACA JUGA :  Roberto Callieri Jadi Komisaris Utama Hasil RUPST, Indocement Bakal Bagikan Dividen Rp308 Miliar

“Yang menarik adalah semua mengonfirmasi bahwa lonjakan ini terjadi dalam kurun waktu pandemi,” kata Damar.

Damar menjelaskan bahwa relasi atau hubungan adalah motif yang paling banyak dilaporkan dalam kasus penyebaran konten intim nonkonsensual.

“Selebihnya adalah kita bisa lihat terjadi sekstorsi, yaitu pemerasan dengan gambar-gambar intim. Itu juga cukup marak meski tidak dominan,” kata Damar.

Dia juga menyampaikan Safenet telah menerima sebanyak 324 laporan kasus kekerasan gender berbasis online sejak awal 2022 hingga Mei. Menurutnya, kasus berpotensi terus bertambah.

“Kita akan berhadapan dengan ledakan, dalam arti, kekerasan yang kian jamak dan bisa dikatakan sebagai normal baru pada saat orang gunakan internet di tengah situasi pandemi. Ini perlu diatasi secara baik dan melibatkan banyak pihak,” ujarnya. (*)

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================