BOGOR-TODAY.COM – Beberapa hari kebelakang media sosial dihebohkan dengan tren pamer harta dan kemewahan atau flexing yang dilakukan oleh sejumlah pejabat pemerintah.
Tak uang, flexing juga biasanya menunjukan barang mewah, seperti mobil, tas, serta lainnya yang dianggap mahal.
Terbaru, trend flexing dilakukan oleh Kasatlantas Polres Malang, AKP Agnis Juwita Manurung.
Buntut dari aksi pamer hartanya itu, AKP Agnis Juwita Manurung dikabarkan diperiksa oleh Bidang Propam (Profesi dan Pengamanan) Polda Jawa Timur.
Menurut Kapolres Malang AKBP Putu Kholis Aryana pemeriksaan itu dilakukan dalam upaya klarifikasi terkait video viral gaya hidup mewah AKP Agnis Juwita Manurung.
Meski membagikan berbagai kegiatan hingga hal menarik lainnya merupakan hak pengguna media sosial, namun dampak dari tren flexing itu berpotensi menggeser nilai yang ada di masyarakat.
Melansir dari sejumlah sumber, berikut ini penjelasan tren flexing serta dampak negatifnya.
Tren flexing bukan barang baru, istilah itu sudah ada sejak tahun 1899. Dalam bukunya, The Theory of the Leisure Class: An Economic Study in the Evolution of Institutions, Thorstein Veblen menyebutkan seseorang yang membelanjakan uang untuk barang mewah mampu memperlihatkan status serta kekuatan ekonominya.
Kini tren flexing bukan hanya dari kalangan selebriti atau pejabat, tetapi juga seseorang yang familiar di media sosial (selebgram, red).
Bahkan, bisa saja orang akan berusaha dengan maksimal membeli barang mewah hanya untuk dipamerkan agar pantas dan diterima di lingkungannya.