Akibat dari stigma ini, pasien kusta tidak dapat melanjutkan pendidikan, sulit mendapat pekerjaan, diceraikan oleh pasangan, dikucilkan oleh lingkungan, ditolak di fasilitas umum bahkan fasilitas pelayanan kesehatan, sehingga penderita semakin sulit dideteksi dan diobati.
Sebuah penelitian dari Marpaung dan kawan-kawan (2022) mengungkapkan tujuh sektor kehidupan yang ditembus oleh stigma terhadap penyakit kusta di Indonesia, yakni sektor komunitas, rumah tangga, hubungan intim, kesehatan, ekonomi, pendidikan dan hak-hak publik.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kejadian di satu sektor akan mempengaruhi sektor lainnya.
Sebagai contoh, penghindaran diri dari petugas kesehatan (sektor kesehatan) akan meningkatkan perasaan tidak layak secara sosial pada penderita kusta (sektor komunitas).
Dan menghindari fasilitas kesehatan akan meningkatkan faktor risiko stigma dalam interaksi di masyarakat.
Ada beberapa hal yang dapat Anda lakukan untuk mendukung mereka yang terkena dampak kusta dalam mengatasi stigma dan prasangka masyarakat.
Pertama, Anda dapat memahami dan mengenali penyakit kusta mulai dari perkembangan, gejala, dan cara penularan penyakit kusta.
Kemudian Anda dapat memahami jenis stigma dan prasangka yang mereka hadapi serta dampaknya.
Setelah itu, anda dapat menyebarkan pengetahuan ini dan melakukan lebih banyak percakapan tentang realitas seputar kusta.
Sehingga istilah “kusta” tidak lagi memunculkan gambaran tentang penyakit yang mengerikan dan kita dapat melihat mereka yang mengidap penyakit ini sebagai sesama manusia. ***
Follow dan Baca Artikel lainnya di Google News