Oleh: EDI SETIAWAN
analis ekonomi FEB UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Banyak pekerjaan rumah (PR) harus dibeÂnahi. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunÂjukan adanya stagnasinya perkembangan ekspor pada awal tahun, tidak hanya koÂmoditas primer, kinerja ekspor barang manufaktur turun dibandÂingkan setahun sebelumnya.
Para ahli ekonomi mencatat bahwa hal yang menyebabkan darurat ekonomi, salah satunya akibat korupsi sistemik yang diÂlakukan para pejabat publik.
Salah satu bentuk yang palÂing umum, penyuapan pejabat pemerintah, menimbulkan biÂaya transaksi tinggi dan cenderÂung memperburuk situasi orang miskin yang biasanya kurang mampu untuk membayar dan keÂcil kemungkinan memiliki konekÂsi politik untuk membantunya.
Hasilnya bahwa pola kesenÂjangan pendapatan yang sudah mengakar menjadi lebih susah untuk diatasi.
Tahun 2015 memang sudah dikhawatirkan menimbulkan seÂdikit kebisingan dan kegaduhan ekonomi. Sedikit-banyak hal ini ikut mempengaruhi perekonoÂmian Indonesia. Indonesia telah mengalami darurat beras yang diakibatkan gagal panen di sejumlah daerah.
Tentu akan terasa mengenaskan sekiranÂya hanya bertumpu pada aspek peningÂkatan produksi dan produktivitas semaÂta.
Bukankah peluÂang untuk memperkecil angka kehilangan paska panÂen masih bisa kita lakukan? Bayangkan, bila kita bersusah payah meÂningkatkan produksi sekitar 5 persen, namun kehilangan panen masih di atas angka 12 persÂen, bukankah akan lebih pas jika kita mampu menekan losses sekiÂtar 3 atau 4 persen, sehingga kita tidak terlalu sibuk hanya meningÂkatkan produksi dan produktivitas an sich.
Riset yang dilakukan LPIKP (2014) menunjukan bahwa saat ini Indonesia memasuki tahap rawan pangan. Pasalnya, saat ini terdapat 100 kabupaten dari 346 kabupaten yang memiliki kerenÂtanan terhadap pangan.
Hingga saat ini kondisi IndoÂnesia sangat mengkhawatirkan ditujukan dengan tingginya keterÂgantungan pada impor pangan.
Pada awal tahun 2015, IndoÂnesia telah mengimpor beras seÂbanyak 353.485 ton atau setara dengan 183,3 juta dolar AS.
Data impor tersebut, telah menunjukkan bahwa Indonesia menjadi negara pengimpor terbeÂsar nomor satu di dunia. SedangÂkan Vietnam, India, Thailand dan Pakistan menjadi negara pengekÂspor terbesar di dunia.
Upaya meningkatkan produkÂsi dan produktivitas padi rupanya tetap harus seirama dengan usaÂha maksimal dalam penanganan kehilangan hasil panenannya. Apalah artinya produksi yang tinggi dan produktivitas yang meningkat, jika kehilangan paska panennya kita biarkan terjadi seperti saat ini?
Sebaiknya kebijakan yang diÂprioritaskan pemerintah tetap â€merajut†keseimbangan antara sisi produksi, penanganan paska panen dan penganeka-ragaman menu makanan masyarakat seÂcara holistik dan komprehensif. Rajutan inilah yang diharapÂkan akan mampu memÂperkokoh â€sistem perÂberasan nasional†di lapangan.
Dengan kondisi itu, pemerintahan Joko Widodo – Jujus Kalla ( Jokowi-JK) harus mampu menÂdorong upaya mereÂalisasikan perluasan lahan pertanian keÂpada para petani.
Petani yang diÂmaksud, yakni mereka yang benar-benar tak meÂmiliki lahan namun punya keinginan untuk bercocok taÂnam. Cara ini, dinilai bisa meÂminimalisasi masalah ketahanan pangan. (Henry Saragih, 2014)
Penguatan Ekonomi
Hadirnya Masyarakat EkoÂnomi ASEAN memiliki misi untuk membangun integrasi ekonomi regional tahun 2015, termasuk kebebasan lebih dalam pergerÂakan barang, jasa, investasi, dan tenaga kerja terampil antarnegaÂra anggota.
Indonesia mungkin akan mendapatkan manfaat lebih dari Masyarakat Ekonomi ASEAN yang baru. Tapi hanya jika dapat dilihat sebagai tempat yang raÂmah untuk bisnis dan investasi relatif terhadap destinasi menÂarik lainnya di kawasan seperti Singapura dan Malaysia.
Pemerintahan Jokowi-JK haÂrus menempatkan kedaulatan ekonomi sebagai prioritas kebiÂjakan di tahun-tahun mendatang. Penguatan ekonomi di Indonesia bisa dijalankan apabila negara konsisten menjalankan amanat Pasal 33 UUD 1945.
Kedaulatan ekonomi bukan saja akan meningkatkan kesÂejahteraan dan memberantas kemiskinan, kebijakan ini juga mencerminkan pemenuhan atas janji-janji kampanye Jokowi-JK.
Melalu forum ini dapat memÂbangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daeÂrah dan desa dalam negara kesÂatuan. Meningkatkan produktiviÂtas rakyat dan daya saing pasar internasional, serta mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.
Pemerintah Jokowi-JK harus mampu mengaplikasikan empat pilar pembangunan yakni pro-growth, pro-job, pro-poor dan proenvironment.
Diharapkan pembangunan ekonomi akan menjaga lingkunÂgan sosial dan tidak menimbulÂkan kesenjangan ekonomi satu sama lainnya. ***
sumber: suarakarya.id