SESUAI dengan asas praduga tidak bersalah (presumption of innocence/nullum delictum) istilah pelaku kejahatan bagi seseorang yang masih diperiksa hakim di muka sidang perngadilan, tidak tepat. Selama seorang masih diperiksa dan belum diputus (dijatuhi vonis ) oleh hakim, dan putusan itu belum berkekuatan hukum tetap (in krach van geweisteijg), maka orang tersebut belum berstatus pelaku kejahatan. Ia hanya berstatus terdakwa.
BAMBANG SUDARSONO
Pemerhati Hukum dan HAM
Berbelit – belitnya prosÂes persidangan meÂmang bisa saja terjadi, hal ini tergantung dari banyak faktor salah satunya ketersediaan alat bukti. Nah, cara untuk membuktikan bahwa seseorang itu memang benar melakukan tindak pidana atau tidak, yakni dengan memerÂiksa alat bukti. Yang dimaksud alat bukti disini adalah segala sesÂuatu yang telah ditetapkan oleh undang-undang untuk membukÂtikan adanya tindak pidana. Pasal 184 Kitab Undang –Undang HuÂkum Acara Pidana (KUHAP) telah mengatur tentang alat bukti yang meliputi : a. keterangan saksi b. keterangan ahli c.surat d.petunjuk e.keterangan terdakwa.
Berkenaan alat bukti di atas hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila telah dipenuhi sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, dengan alat bukti yang dimaksud hakim mempunyai keyakinan bahÂwa terdakwalah pelakunya.
Dalam persidangan tidak perlu membuktikan semua peristiwa yang telah diketahui umum (fakta notiere), misalnya harga beras lebÂih mahal daripada gaplek, rumah berkonstruksi beton lebih kuat daripada rumah gubug/gedek, matahari terbit dari timur dsb. Dalam pembuktian juga harus diÂperhatikan asas hukum “satu saksi bukan saksi (unus testis nullus tesÂtis)â€. Selain itu keterangan terÂdakwa di muka sidang pengadilan tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah.