Izin ekspor konsentrat PT Freeport Indonesia telah habis masa berlakunya pada 28 Januari 2015 lalu. Namun, hingga kini izin tersebut belum diÂperpanjang karena Kementerian ESDM memberikan syarat pemÂbayaran dana jaminan sebesar USD 530 juta jika Freeport ingin memperpanjang izin ekspornya.
Syarat tersebut dibebankan karena Freeport tidak menjalankÂan kewajibannya membangun fasilitas pengolahan dan pemurniÂan mineral (smelter) sesuai target.
Sampai saat ini, Freeport beÂlum membayar dana jaminan tersebut karena merasa syarat tersebut terlalu berat. Dengan kerugian besar yang dialami peruÂsahaan induknya di Amerika SeriÂkat (AS), ditambah anjloknya harÂga komoditas mineral, jaminan itu dianggap terlalu besar oleh FreeÂport. Alhasil, Freeport sedang menegosiasikan syarat tersebut dengan Kementerian ESDM.
Menteri ESDM Sudirman Said mengaku paham dengan kesulitan yang tengah memÂbelit Freeport. Oleh sebab itu, pihaknya membuka ruang neÂgosiasi dengan Freeport terkait dana jaminan sebesar USD 530 juta. Bila Freeport tidak mampu membayarnya, Pemerintah Indonesia akan carikan jalan keluar, yang penting ada bukti komitmen bahwa Freeport serius membangun smeltÂer di Indonesia. Â
“Mengenai deposit USD 530 juta itu adalah bagi Freeport untuk menunjukkan kesungguhan dan kita sadar betul situasi pasar tidak sedang menguntungkan. Karena itu mereka sedang mengajukan apakah itu penundaan ataukah lainnya sepÂerti keringanan. Tapi kami meminta mereka untuk bisa menunjukkan keÂsungguhannya yang ekuivalen denÂgan apa yang kita minta itu, dan itu sedang kita negosiasikan. Jadi cara berpikirnya mencari jalan keluar supaya kegiatan ekonomi berjalan lancar,†kata Sudirman dalam konÂferensi pers di Balai Kartini, Jakarta, Selasa (2/2/2016).
Namun, kewajiban membayar bea keluar (BK) sebesar 5% untuk ekspor tak bisa ditawar-tawar oleh Freeport. BK tersebut dikenakan karena kewaÂjiban pembangunan smelter tak sesÂuai target.
“Kita sudah memberikan perÂsyaratan yang paling wajib itu sebÂetulnya begitu smelter belum ada kemajuan tingkat tertentu, maka mereka masih diwajibkan memÂbayar bea keluar,†katanya.
Pihaknya berjanji akan menjaga agar operasi di Tambang Grasberg, Papua, yang dikelola Freeport dapat terus berjalan. Sebab, ribuan pekerja tambang Freeport, dan masyarakat di Papua akan sangat terpukul kehidupannya apabila opÂerasi tambang terganggu.
“Prinsipnya tugas pemerintah itu memfasilitasi kegiatan ekoÂnomi berjalan dengan baik. Kita tidak punya intensi untuk puÂtus kegiatan bisnis apapun juga termasuk Freeport. Sering saya katakan, selain pemegang saham yang berkepentingan juga maÂsyarakat setempat, para pekerja, industri pendukung yang sebagian besar masyarakat Indonesia,†tanÂdasnya.
Sampai saat ini, operasi tambang Freeport masih berjalan normal. DiÂharapkan, negosiasi terkait perpanÂjangan izin ekspor bisa segera disÂelesaikan agar kegiatan operasi tidak terganggu.
“Dengan habisnya izin ekspor, mereka tetap punya stok, masih terus menambang, dan masih terus memproduksi konsentrat. Saat ini, masih tahap negosiasi final,†tutup Sudirman. (dtc)