Langkah Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga acuan menjadi 7 % dipastikan mengancam harga sembako, karena tingkat deflasi diprediksi bakal naik. Seperti apa arah perekonomian Indonesia sebulan kedepan?
ANDINA RS|YUSKA APITYA
[email protected]
Bank Indonesia memproyekÂsikan pada Februari 2016 terjadi deflasi hingga 0,14%. Proyeksi ini mengacu pada kondisi pangan yang cukup terkendali dalam dua minggu terakhir. “Februari kita perkirakan deflasi 0,14%,†ungkap Gubernur BI Agus Martowardojo di kanÂtornya, Jakarta, Jumat (19/2/2016).
Sampai akhir tahun diperkirakan masih akan terkendali, yakni inflasi sebesar 4±1%. Di mana inflasi lebih
 cenderung bias ke bawah, artinya di bawah 4%. Pengaruh utamanya datang dari rendahnya harga minyak dunia. “Di 2016 dengan adanya harga minyak turun itu membuat inflasi terÂkendali. Kita bahkan tadinya melihat ada di middle ke atas 4±1%. Sekarang 4% ke bawah,†paparnya.
Seperti diketahui, pada 2015 inflasi mampu dijaga pada level 3,35%. Lebih baik dibandingkan tahun-tahun sebelÂumnya yang mencapai 8%. Dengan penÂgendalian inflasi, dapat berpengaruh terhadap kebijakan moneter. Pada sisi lain, pertumbuhan ekonomi diproyeksi bisa mencapai rentang 5,2%-5,6%.
Dengan komponen pendorong terÂbesar datang dari belanja pemerintah, konsumsi rumah tangga dan investasi swasta. “Kita sekarang di 2016 melihat bahwa pertumbuhan ekonomi cenÂderung membaik. Bahkan walaupun dalam range yang sama, tetapi menÂgarah kepada titik tengah. Kalau dulu d bagian bawah 5,2%-5,6% Itu menunÂjukan ada kondisi yang membaik dan itu akan banyak peran dari kondisi fundamental ekonomi Indonesia,†paÂparnya.
Agus Martowardojo juga menyebutÂkan, beberapa komponen pangan yang diprediksi terimbas dampak deflasi diÂantaranya beras, cabai, bawang, ayam, telur ayam hingga daging sapi. “Kita juga melihat selama 3 bulan terakhir kelompok ini juga mengalami tekanan, terutama kelompok bumbu-bumbuan. Artinya, jika deflasi meningkat bahan ini pasti berdampak,†kata dia.
Ekonom Institut Pertanian Bogor (IPB), Muhammad Findi, mempreÂdiksi, peluang indeks harga konsumen (IHK) pada Februari 2016 mencatatkan inflasi dan deflasi.
Menurutnya, pada pekan pertama Februari 2016 harga sejumlah bahan pangan memang mengalami penuÂrunan. Hal tersebut lanjut dia, sebagai dampak kebijakan pemerintah untuk mengimpor sejumlah bagan pangan pada Januari lalu. “Ditambah dengan kebijakan penurunan BI Rate, tentunÂya sangat berdampak,†kata dia, Jumat (19/2/2016).
Selain itu, penurunan harga bahan bakar minyak (BBM) juga sedikit memÂpengaruhi penurunan harga bahan pangan tersebut. Tak hanya itu, Findi juga mengatakan, peluang deflasi juga terjadi karena tidak adanya lonjakan harga harga yang diatur oleh pemerinÂtah atau administered price pada JanuÂari lalu. “Ada potensi deflasi kecil atau inflasi kecil,†kata dia.
Ke depan, katanaya, pemerintah harus benar-benar memperhatikan geÂjolak harga pangan. Menurutnya, tidak ada alasan bagi pemerintah untuk meÂnyalahkan gangguan iklim sebagai peÂnyumbang inflasi karena hal tersebut seharusnya telah diantisipasi. Ia meliÂhat, koordinasi pemerintah pusat mauÂpun daerah harus diperbaiki terkait disÂtribusi maupun suplai bahan pangan.
Tak hanya itu, pemerintah harus berhati-hati terhadap kemungkinan kenaikan harga minyak di tahun-tahun mendatang. Sebab hal itu dapat memÂpengaruhi pemerintah dalam melakuÂkan penyesuaian terhadap komoditas administered price.
Cabai yang Naik Turun
Dinas Perindustrian dan PerdaganÂgan (Disperindag) Kota Bogor memasÂtikan harga sejumlah bahan pokok di tujuh pasar stabil hingga pertengahan Februari 2016 ini.
Kepala Bidang Perdagangan pada Disperindag Kota Bogor, Mangahit SinÂaga menjelaskan, kondisi sembako saat ini terbilang masih stabil, hanya ada lima jenis yang mengalami penurunan. “Setelah kita mengadakan operasi pasar tertutup dilakukan selama tiga pekan hingga saat ini, adanya penurun harga hanya terjadi untuk daging sapi, cabai rawit, kentang, tomat sayur dan kol. Selebihnya masih stabil,†kata pria yang juga menjabat Ketua Badan PenyÂelisihan Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Bogor kepada Bogor Today, Jumat (19/2/2016).
Namun, pernyataan Mangahit seÂdikit berbeda dengan temuan di lapanÂgan. Dimana harga daging ayam pun mengalami penurunan di Pasar Anyar, dari sebelumnya Rp 42 ribu per kiloÂgram menjadi Rp 33 ribu per kilogram. Harga ini sama dengan saat perayaan Natal dan malam pergantian baru.
Sedangkan daging sapi memiliki harga yang lumayan mahal Rp 115 ribu per kilogaram, berbeda dengan tahun yang sebelumnya berkisar Rp 105 ribu per kilogram. Akibatnya daya beli maÂsyarakat pun kian menurun. “Konteks stabil disini yang berarti harganya staÂbil tetapi masih ada yang tinggi contoh, dalam kestabilan beras seharusnya Rp 9.300 per liter dan sekarang masih Rp 9.500 per liter. Jadi dengan harga ini, bisa dikatakan stabil dan diperkirakan akan terjadi lagi penurunan pada harÂga beras karena panen sudah mulai terÂjadi, Jawa Tengah sudah panen beras,†tambah Mangahit.
Harga beras yang juga kerap mengiÂkuti dengan harga yang bervariasi mulai dari Rp 7.800 hingga Rp13.500. “Tahun ini naik, tapi tidak banyaklah kisaran Rp 500-800 per liter dan yang paling laris itu harga beras yang sedang yaitu Rp 8.800, kalau beras biasanya kan sesuai kualitas,†jelas Abul (40), pemilik toko beras di Pasar Anyar, keÂmarin siang.
Musim penghujan kerap dijadikan faktor utama penyebab naiknya harÂga. Umumnya, cuaca dapat mempenÂgaruhi kualitas cabai. Kendala pada transportasi maka lebih mengutamakÂan orang penyebrangan sehingga suÂplay distribusinya terhambat dan yang terakhir musim libur pun ikut dalam penyumbatan distribusi.
Hasil penelusuran BOGOR TODAY menyebut, harga cabai merah melonÂjak terjadi pada awal tahun dengan jumlah Rp 55 ribu per kilogram naÂmun, cabai merah masih stabil dengan harga Rp 20 ribu per kilogram dibandÂing sebelumnya. Dan kini penurunan pada cabai rawit menginjak Rp 20 per kilogram dari harga Rp 30 ribu per kiÂlogram. “Cabai itu bagaimana musimÂnya, ya kalo hujan begini kan rontok jadi mahal, istilahnya gagal panen lah,†ucap Erif (40) penjual sembako di Pasar Anyar, kemarin.
Bawang putih yang sebelumnya berharga Rp14.000 kini menjadi Rp 28 ribu per kilogram dan bawang merah sebaliknya mengalami penurunan yang pada awalnya berharga Rp 40 ribu per kilogram menjadi Rp 20 ribu per kilogram. “Sekarang serba mahal, meskipun ada sebagian yang turun, tapi biasanya beli dua kilogram cabai sekarang hanya mampu membeli satu kilogram saja dan itupun cabainya kurang bagus dimaklumi si, mungkin karena hujan kali,†ungkap Eli (35) pembeli di Pasar Anyar, kemarin.
Adapun harga yang dipatok oleh pemerintah diantaranya, beras yang berharga Rp 9.300 per liter, gula pasir Rp 13.500 per kilogram dan minyak goreng Rp 14 ribu per kilogram. MeskiÂpun sudah ada pos di setiap pasar, Disperindag ingin mendirkan satu pos besar untuk memantau setiap barang sebelum dijual dipasar. “Idealnya kita itu punya pos yang memadai untuk dilewati truk-truk, jadi sampah dan zat kimia tidak lagi membanjiri pasar denÂgan begitu akan tercipta pasar yang bersih dari sampah. persoalannya pintu masuk Kota Bogor itu ada tujuh, mau posnya dimana? Dan Bogor terÂmasuk kota yang sulit mencari lahan,†tandasnya. (*)