PAILIT adalah ketidakmampuan debitor untuk menyelesaikan utang-utangnya kepada para kreditor, dengan ketentuan paling sedikit satu utangnya telah jatuh tempo dan dapat ditagih.
BAMBANG SUDARSONO
Pemerhati Hukum dan HAM
Dasar hukum KepailiÂtan, diantaranya UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan KewaÂjiban Pembayaran Utang; UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan TerÂbatas; UU No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan; UU No. 42 Tahun 1992 Tentang Jaminan Fiducia; BeÂberapa Pasal yang Terdapat Dalam Kitab Undang-Undang Hukum PerÂdata, yakni : Pasal 1131-1134; Serta beberapa Undang-Undang lain yang mengatur tentang BUMN (UU No.19 Tahun 2003), Pasar Modal( UU No. 8 Tahun 1995), Yayasan (UU No.16 Tahun 2001 ), dan Koperasi (UU No. 25 Tahun 1992)
Para pihak yang berhak menÂgajukan permohonan pailit, sesuai dengan UU No.37 Tahun 2004, adalah: a. debitor; b.kreditor; c.kejaksaan, apabila debitor pailitÂnya telah merugikan kepentingan umum; d.Bank Indonesia, apaÂbila debitor pailitnya merupakan Bank; e.Badan Pengawas Pasar Modal/BAPEPAM, apabila debitor pailitnya Perusahaan Efek, LemÂbaga Kliring dan Penjaminan serta Lembaga Penyimpanan dan PenyÂelesaian; f.Menteri Keuangan, apaÂbila debitor pailitnya Perusahaan Asuransi dan BUMN.
Pada awalnya permohonan pailit diajukan oleh pemohon pailit ke Pengadilan Niaga. Dalam waktu 60 hari majelis hakim PenÂgadilan Niaga akan memberikan putusan yang sekaligus mengangÂkat Hakim Pengawas dan Kurator. Hakim Pengawas bertugas menÂgawasi kurator dalam mengurus dan membereskan harta pailit. SeÂdangkan Kurator berwenang unÂtuk mengurus dan membereskan harta pailit.
Tahap berikutnya diadakan rapat verifikasi atau rapat penÂcocokan utang, perdamaian dan pengesahan. Apabila dalam tahap ini telah tercapai perdamaian dan pengesahan, maka tidak perlu menginjak ke tahap berikutnya. Namun bila tidak tercapai, selanÂjutnya diadakan eksekusi atau pelelangan. (*)