Kasus mark up lahan Jambu Dua, Tanah Sareal, Kota Bogor terus menuai beberapa pandangan dari pengamat hukum di Kota Bogor, salah satunya yakni Dosen Fakultas Hukum Universitas Pakuan Bogor, Bintatar Sinaga yang mengklaim surat dakwaan Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bogor kurang kuat, terkait hal ini Kejari Kota Bogor diminta untuk mempunyai minimalnya dua alat bukti.
Oleh : Abdul Kadir Basalamah
[email protected]
Bintatar Sinaga menÂgatakan, tidak kuatÂnya dakwaan yang dilayangkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dikarenakan Kejaksaan NegÂeri (Kejari) Kota Bogor tiÂdak memiliki kewenangan dalam menentukan hal ini masuk kedalam ranah TinÂdak Pidana Korupsi (Tipikor).
“Hal ini diatur dalam Pasal 21 ayat (1) Undang-undang NoÂmor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan terhadap Penyidikan Tindak Pidana Korupsi, disitu berÂbunyi Pengadilan berwenang menerima, memeriksa, dan memutuskan ada atau tidak ada unsur penyalahgunaan Wewenang yang dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan, sedangkan yang dimaksud dengan Pengadilan pada ayat di atas dijelaskan dalam ketenÂtuan Pasal 1 angka 18 UU yang sama, yaitu Pengadilan Tata Usaha Negara,†terangnya keÂpada BOGOR TODAY kemarin.
Frasa menyalahgunakan kewenangan/ penyalahguÂnaan wewenang dapat diteÂmukan dalam rumusan Pasal 3 Undang-undang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, yang bunyi lengkapnya adalah seÂbagai berikut : ‘Setiap orang yang dengan tujuan mengunÂtungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, meÂnyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara’.
Mengenai hal ini, ia menamÂbahkan unsur ‘menyalahgunakÂan kewenangan’ sebagaimana tersebut dalam Pasal 3 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi diartikan memiliki pengertian yang sama dengan ‘penyalahgunaan kewenangan’ sebagaimana disebut dalam Pasal 21 ayat (1) UU RI Nomor 30 Tahun 2014 tentang AdminÂistrasi Pemerintahan, atau lebÂih jauh lagi bahwa ketentuan dalam Pasal 21 ayat (1) UU RI Nomor 30 Tahun 2014 tersebut dianggap telah mencabut keÂwenangan yang dimiliki penyiÂdik dalam melakukan penyidiÂkan dalam rangka mengetahui apakah telah terjadi penyalahÂgunaan wewenang yang dilakuÂkan oleh seorang tersangka selaku pejabat pemerintahan yang mana menurut hal terseÂbut seharusnya menjadi objek untuk diuji terlebih dahulu di Peradilan Tata Usaha Negara.
“Kita terus dukung Kejari Kota Bogor untuk memberÂantas apabila adanya korupsi di lingkungan Pemerintah Kota Bogor, akan tetapi Kejari Kota Bogor tentu perlu memÂpunyai dua alat bukti yang kuat untuk menjawab eksepsi yang dilayangkan kuasa huÂkum terdakwa,†sambungnya.