PEKAN-PEKAN ini topik hangat yang menjadi pembicaraan utama di kantor-kantor adalah seputar tunjangan hari raya (THR) dan rencana mudik Lebaran 2015. Selain memang waktunya kian mendekat, beroperasinya jalan tol Cikopo-Palimanan (Cipali) menjadi kabar gembira bagi para pemudik dengan kendaraan roda empat.
Oleh: RHENALD KASALI
Pendiri Rumah Perubahan @Rhenald_Kasali
Mereka berharap perjalanan mudik menjadi semaÂkin lancar, tidak menyiksa seperti tahun-tahun sebelumnya. PemuÂdik dengan kendaraan roda dua juga tak kalah gembiranya denÂgan dibukanya tol Cipali. Mereka memang tak bisa melewati tol tersebut. Tapi dengan beralihnya sebagian besar mobil ke jalan tol, diharapkan jalur pantura akan menjadi lebih lapang dan nyaÂman untuk mereka lalui. Setidak-tidaknya begitulah bayangan yang ada di benak kita saat ini.
Di negara kita, mudik telah menjadi fenomena yang luar biÂasa. Mungkin inilah salah satu fenomena perpindahan penÂduduk terbesar di dunia selama kurun waktu satu-dua mingguan. Maka sudah sepatutnya kalau pemerintah tidak mengurusnya dengan cara yang biasa. Business as usual. Harus ada cara luar biÂasa. Mengapa? Berikut adalah catatan saya.
Dua Hari
Pertama, jumlah pemudik yang terus meningkat. Ini artinya urbanisasi di Tanah Air luar biÂasa. Pada tahun 2013, jumlahnya mencapai 22 juta jiwa. Di dunia saja, setiap tahun ada 65 juta penÂduduk yang melakukan urbanisaÂsi. Artinya 30% ada di negeri ini. Lalu, tahun lalu meningkat menÂjadi 27 juta jiwa atau naik lebih dari 20%. Untuk tahun 2015, menurut perkiraan Kementerian Perhubungan, jumlah pemudik bakal naik 2% atau menjadi 27,5 juta. Ini jelas bukan jumlah yang sedikit untuk diurus dengan cara-cara biasa.
Kedua, harap diingat perpinÂdahan penduduk dalam jumlah yang sebesar itu mungkin hanya akan berlangsung dalam waktu dua hari. Pihak kepolisian memÂperkirakan itu hanya akan terjadi 15-16 Juli 2015. Hal serupa juga akan terjadi pada saat pulang mudik. Puncaknya juga mungÂkin jatuh dalam waktu dua hari menjelang H+7.
Dengan pemudik yang begitu besar dan terus bertambah jumÂlahnya, serta puncak waktu kepÂulangan atau keberangkatan yang rata-rata hanya dua hari, maka sarana transportasi publik yang tersedia pasti tak akan memadai. Begitu pula dengan kemampuan jalan-jalan raya untuk menamÂpung kendaraan- kendaraan pribadi. Maka tak heran kalau keÂmacetan luar biasa selalu terjadi pada saat mudik. Ini tentu akan berimbas pada lamanya waktu perjalanan.
Pada tahun 2013, misalnya, rata-rata lama tempuh pemudik dengan kendaraan bermotor atau mobil untuk tujuan Solo atau Yogyakarta bisa mencapai 20-an jam. Anda mungkin masih ingat, selama tahun 2014 lama perjalanÂan yang ditempuh pemudik amat mengerikan. Akibat rusaknya Jembatan Comal di Pemalang, Jawa Tengah, perjalanan pulang mudik molor bisa mencapai lebih dari 30 jam. Di beberapa perusaÂhaan, saya dengar keluhan banÂyak karyawannya yang terpaksa telat ngantor karena harus mengÂhabiskan waktu lebih dari satu hari, bahkan ada yang lebih dari dua hari perjalanan.
Ketiga, terus meningkatnya jumlah pemudik yang mengguÂnakan kendaraan pribadi. KeÂmenterian Perhubungan memÂprediksi pemudik dengan mobil bakal naik hampir 6% dan yang memakai sepeda motor tumbuh hampir 8%.
Keempat, ini yang membuat kita miris. Selama perjalanan beÂrangkat dan pulang mudik selalu saja terjadi kecelakaan yang menÂgakibatkan korban luka ringan, berat, sampai meninggal dunia. Celakanya angkanya terus bertÂambah. Pada tahun 2014, jumlah korban jiwa memang turun menÂjadi 538 jiwa, sementara tahun seÂbelumnya mencapai 686 jiwa. NaÂmun, apakah angka statistiknya sudah tepat? Mestinya ini tidak boleh terjadi. Pulang mudik dan merayakan Lebaran adalah pesta penuh kegembiraan. Jangan samÂpai diwarnai oleh tangisan dari keluarga korban.
Kelima, tidak bisa tidak, kita mesti menyinggung masalah bisnis. Selama waktu Lebaran, jumlah uang yang berpindah dari kota ke desa-desa bakal meningÂkat. Untuk tahun 2014, menurut data Bank Indonesia, jumlahnya mencapai minimal Rp118 triliun. Ini naik 14,9% dibandingkan mudik tahun 2013 yang Rp103,2 triliun.
Anda tahu berapa jumlah uang yang beredar selama tahun 2014? Menurut data BI, nilainya mencapai Rp4.170,7 triliun. Itu artinya selama Lebaran 2014 yang berlangsung kira-kira seÂlama dua minggu, sebanyak 2,5% dari uang yang beredar secara nasional berpindah dari kota ke desa-desa. Ini tentu baik bagi kaÂwasan perdesaan.
Jangan BAU
Melihat lima alasan tadi, saya kira Anda bisa menambahkan dengan beberapa alasan lainÂnya, saya kira sudah sepantasnya kalau pemerintah lebih serius mengurus para pemudik tadi. Ingat, mereka adalah pemegang saham Republik ini. Jadi jangan ditangani dengan sikap business as usual atau BAU. Harus ada upaya ekstra. Sangat pantas jika negara berbuat untuk melayani para pemudik. Apa yang bisa diÂlakukan pemerintah? Mobilisasi mudik. Bagaimana caranya?
Mudah saja. Pemerintah menetapkan hari dan jam keÂberangkatan pemudik. Dengan asumsi banyak pemudik akan berangkat pada Rabu, 15 Juli 2015, pemerintah mengatur bahwa untuk pukul 07.00 adalah pemberangkatan pemudik yang menggunakan sepeda motor. Lalu, mulai pukul 12.00 untuk rombongan pemudik dengan kendaraan roda empat.
Lalu untuk angkutan udara dan laut, tetapkan mekanisme tarif yang berbeda untuk menÂgatur arus. Jangan sampai semua orang ingin berangkat pada jam yang sama. Ya, tarifnya haÂrus dibedakan. Rombongan tidak dilepas begitu saja, tetapi harus dikawal sepanjang perjalanan. Proses pengawalan bisa dilakuÂkan secara estafet oleh Polda Metro Jaya, yang dilanjutkan oleh Polda Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Dengan cara seperti ini, kecepatan kendaraan rombongan pemudik bisa dikenÂdalikan dan tak ada lagi pengeÂmudi yang mau ngebut seenaÂknya sendiri.
Lalu, jalan raya yang akan dilalui para pemudik mesti dikoÂsongkan terlebih dahulu. Semua jalur selama pemudik melintas dibuat satu arah. Begitu pula pasÂar-pasar tumpah mesti diberesÂkan. Jangan ada pasar tumpah. Informasi soal ini juga harus diumumkan jauh-jauh hari agar pengguna jalan yang lain bisa menyesuaikan diri. Jangan samÂpai mereka bertemu dengan romÂbongan para pemudik.
Untuk mengakomodasi keÂpentingan bisnis, dan memberiÂkan waktu beristirahat bagi para pemudik, silakan pemerintah daerah menyiapkan kantong-kanÂtong guna dijadikan rest area.
Setiap lima jam, sebaiknya para pemudik beristirahat. KanÂtong-kantong itu juga dijaga keÂbersihannya. Saya yakin mudik kali ini bisa dikelola dengan cara seperti itu, dimobilisasi, waktu tempuh akan jauh lebih singÂkat, dan korban jiwa akibat keÂcelakaan bisa ditekan seminimal mungkin.
Sebagai penutup, supaya ini menjadi proyek nasional, alÂangkah baiknya kalau Presiden Jokowi memimpin langsung romÂbongan pemudik. Silakan PresÂiden Jokowi mengendarai EsemÂka-nya untuk pulang mudik dari Jakarta ke Solo. Bukankah sekali waktu kita pantas memberikan kesempatan kepada presiden kita untuk beristirahat, berkumpul bersama keluarga besarnya pada hari yang penuh berkah. Selamat mudik! (*)