TBK-Marhadi-Muhayar,-Lc.,-M.A.INNAL hamdalillahi nahmaduhu wa nasta’iinuhu wa nastaghfiruhu wa na’uudzubillaahi min syuruuri anfusinaa wa min sayyiaati a’maalinaa mayyahdihillaahu falaa mudhillalahu wa mayyudhlilfalaa haadiyalahu. Asyhadu anlaa ilaaha illallah wahdahu laa syariikalaahu.

Oleh: MARHADI MUHAYAR, LC., M.A.

Wa-asyhadu an­naa muhammadan ‘abduhuu wa rasu uluhuu laa nabi­yya ba’dahu. Allahumma sholli wa sallam ‘alaa muhammadin wa ‘alaa alihii wa ash haabihi wa man tabi’ahum bi ihsaani ilaa yau­middiin. Allaahumma shalli ‘alaa syayyidinaa muhammadin wa ‘alaa aalihii wa shahbihii ‘ajma’iin, fa-uushiikum wa nafsii bit taquul­laah, qaalallaahu ta’aala fiil qur’ aanil kariim, a’uudzubillaahi minasy syaithoonir rajiim. Yaa ayyu­halladziina aamanuu ittaqullaaha haqqa tuqaatihi wa laa tamuu­tunna ilaa wa antum muslimuun. Ammaa ba’du..

Hadirin sidang Jum’at yang dimuliakan oleh Allah Swt….

Banyak sekali nikmat yang Al­lah berikan, salah satu diantaranya Adalah nikmat kemerdekaan. Betapa dengan kemerdekaan kita bisa lebih maju, kita bisa melaku­kan apapun untuk peningkatan kualitas, sarana dan prasarana ibadah kita. Dengan modal ke­merdekaan ini kita bisa menjun­jung tinggi harkat kemanusiaan, dengan hakikat kemerdekaan juga kita bisa menjunjung tinggi pendidikan. Maka tanggal 17 agus­tus merupakan hari yang sangat bersejarah bagi bangsa Indone­sia, pada hari tersebut segenap komponen bangsa merayakan kemenangan dan kemerdekaan setelah sekian ratus lamanya hidup dibawah bayang-bayang intimidasi dan kedzaliman para penjajah. Sangat wajar, jika ke­menangan ini disambut dengan luapan kegembiraan yang gegap gempita, seraya mengumandang­kan kalimat tahmid, memuji dan mensyukuri karunia Allah yang terbesar bagi bangsa ini.

Bagi umat Islam, anugerah kemerdekaan ini selayaknya dija­dikan momentum untuk mengasah rasa syukur kita kepada Allah swt, momentum untuk mem­bangun dan menghidupkan rasa syukur kita kepada Allah swt dengan tentunya mengkonsumsi dan mendayagunakan semua nik­mat tersebtut kearah tujuan pen­ciptaan manusia, sesuai dengan definisi syukur yang didefinisi­kan oleh para Ulama “ As Syukru huwa sorful abdijamii’a ma ama­nallaahu ilaa maa khuliqo liajrihi “ syukur merupakan segala bentuk aktivitas seorang hamba dalam rangka mendayagunakan semua nikmat yang Allah berikan kepadanya menuju tujuan manu­sia itu diciptakan yaitu beribadah kepada Allah swt “.

Indikasi dari rasa syukur yang mendalam sudah sepatutnya di­buktikan dengan tiga hal nyata didalam kehidupan sehari-hari :

  1. umat Islam dituntut un­tuk memiliki disiplin yang tinggi didalam memenuhi semua tun­tunan dan tuntutan baik yang terkait dengan hak Allah swt maupun yang terkait dengan hak-hak sesama makhluknya, demiki­an pula dengan berdisiplin tinggi, meninggalkan semua yang me­rendahkan dan mengotori nilai luhur sebuah kemerdekaan dan kebebasan.
  2. dengan mengagungkan dan meninggikan Allah diatas segala-galanya. Slogan “ Allahu Akbar “ Allah maha besar bukan hanya dalam bentuk ucapan dan dzikir lisan saja, tetapi asma-asma Allah swt bagaimana bisa mendomina­si seluruh ruang didalam hidup kita, sebutan asma-asma Allah berwibawa didalam hidup kita, ajaran dan pedomannya pun me­warnai setiap gerak langkah kita.
  3. dengan memberdayakan potensi dari semua anugerah nikmat Allah kepada jalan yang benar sesuai dengan tujuan pen­ciptaan manusia yaitu beribadah mengabdi kepada Allah dalam makna yang seluas-luasnya dan makna yang setepat-tepatnya yaitu ibadah yang mengambil un­sur perlawanan terhadap hawa nafsu yang cenderung merusak kehidupan manusia.

Sesungguhnya Islam lahir membawa misi kemerdekaan dan kebebasan serta ingin mengantarkan segenap manusia kembali kepada fitrah mereka yang suci. Misi kemerdekaan dan kebe­basan yang diperjuangkan oleh Islam merupakan inti dari id­iologi yang benar yaitu tahrirul ‘ibad min ibaadatil ibaad ilaa ibaadati rabbil ibad “, membebas­kan manusia dari penghambaan, belenggu, dari ketergantungan kepada sesama manusia menuju penghambaan dan pengabdian yang totalitas kepada Tuhan sang pencipta makhluk sealam jagad ini. Allah menyebutkan didalam surat Ibrahim ayat 1-2

BACA JUGA :  KUSTA, KENALI PENYAKITNYA RANGKUL PENDERITANYA

Artinya: Alif, laam raa. (ini adalah) kitab yang kami turunkan kepadamu supaya kamu menge­luarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (Yaitu) menuju jalan Tuhan yang maha perkasa lagi maha terpuji. Allah yang memiliki segala apa yang di­langit dan di bumi. Dan celakalah bagi orang-orang kafir karena sik­saan yang sangat pedih. (QS. Ibra­him : 1-2)

Pembebasan dan kebebesan yang diinginkan oleh Islam bukan hanya terbatas pada kebebasan dari belenggu fisik semata, tapi lebih dari itu adalah kebebasan dari belenggu dan ketergantungan kepada selain Allah swt dalam berbagai bentuk dan modusnya :

  1. kebebasan dan pembe­basan diri manusia dari belenggu hawa nafsu yang sering kali men­jerumuskan seseorang kedalam sifat hewaniah bahkan sifat syaithoniah. Sehingga Allah swt mengecam sifat ini dalam salah satu firman Nya

“Terangkanlah kepada Ku ten­tang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya. Apak­ah kamu dapat menjadi pemeli­hara atasnya ? ( S. AK Furqon : 43).

  1. pembebasan diri dan bangsa dari belenggu prilaku dan akhlak madzmumah, akhlak yang tercela yang sekarang ini menjadi tontotan dan tuntunan sehari-hari. Betapa informasi dan kenyataan sehari-hari dilapangan ini sangat mengkhawatirkan masa depan generasi bangsa ini yang akan meneruskan estafeta perjuangan para pahlawan yang telah sudi mengorbankan harta, tenaga bahkan jiwa mereka un­tuk kedamain dan kesejahteraan para penerusnya.

Pepatah Arab mengingat­kan kepada kita akan penting­nya akhlak dalam membangun dan mempetahankan eksistensi sebuah bangsa “sesungguhnya jati diri dan eksistrensi sebuah umat sangat ditentukan dan tergantung kepada akhlaknya, jika akhlak mereka rusak maka bangsa itu akan segera menemui kehancuran dan terus menerus berada dalam keterpurukan “.

  1. pembebasan diri dan bang­sa dari budaya dan pandangan hidup hedonisme yang mengarah kepada semata-mata memburu kenikmatan duniawi sesaat se­cara berlebih-lebihan yang akhi­ranya akan melahirkan budaya persimifisme, yaitu budaya serba boleh. Mereka menuntut diilegal­kannya praktek prostitusi, seks bebas, dan praktek kemaksiatan yang lainnya atas nama hak asasi manusia dengan melupakan hak asasi Allah swt.

Dalam kondisi semacam ini biasanya segala aktifitas kebaikan, segala bentuk amar ma’ruf dan nahyi munkar akan diang­gap sebagai penyakit, dianggap sebagai hama yang harus segera dibasmi seperti yang dikatakan oleh kaum nabi Luth terhadap nabi mereka. mereka mengatakan dengan budaya dan cara pan­dang hedonisme mereka, dengan budaya dan cara pandang per­simifisme mereka

Artinya: Maka tidak lain jawaban kaumnya melainkan mengatakan: “ usirlah nabi Luth beserta keluargan­ya dari negeri ini karena sesungguh­nya mereka itu adalah orang-orang yang mengaku dirinya bersih dan suci (QS. An Naml : 56).

  1. pembebasan diri dan umat dari praktek syirik dalam se­gala bentuknya, sehingga seperti yang dikhawatirkan oleh Imam Ali karomallahu wajhah tentang kondisi sebuah umat yang tidak ada nilai dan tidak ada harganya dimata Allah dan juga dimata ma­nusia. Imam Ali menyebutkan “ akan darang atas manusia suatu zaman semangat mereka hanya berada disekitar perut mereka, kemuliaan mereka sangat tergan­tung kepada benda-benda fisik semata, jidat mereka ada pada perempuan-perempuan, agama mereka ada pada urusan dinar dan dirham. Mereka itulah orang-orang yang paling jahat dan tidak ada nilainya disisi Allah swt “. Inilah yang dikhawatirklan oleh Imam Ali, manakala nilai dan semangat kemerdekaan ini tidak diisi dengan rasa syukur yang mendalam untuk memberdayakan, mendayagunakan segala kemampuan yang kita miliki, se­gala potensi yang dimiliki untuk mengharapkan ridho Allah swt.
BACA JUGA :  KURANG ELOK PRAMUKA BERUBAH DARI EKSKUL WAJIB JADI PILIHAN

Merupakan fakta sejarah yang tidak dapat dipungkiri bahwa peran dan sumbangan para Ula­ma, peran dan sumbangan para pahlawan serta umat Islam begi­tu besar dan menentukan dalam perjuangan bangsa Indonesia menentang penjajah dan meraih kemerdekaan. Betapa kontribusi mereka yang sangat bernilai di­mata bangsa ini harus senantiasa dijadikan suatu semangat untuk mengukir prestasi sebagai bentuk relisasi dari rasa syukur kepada Allah swt. Saatnya kita menjadi­kan momentum kemerdekaan ini untuk meneladani perjuan­gan para pahlawan negeri ini, meneruskan perjuangan mereka dan membawa kemerdekaan ini menuju kemerdekaan yang totalitas dalam segala arti dan bentuknya. Semoga dengan ke­berkahan dan rahmat Allah swt, bangsa ini segera terbebas dari segala bentuk ujian dan bencana yang menimpa, baik ujian se­cara fisik materil maupun ujian secara akhlak dan moral, karena itu merupakan ujian yang cukup terbesar bagi bangsa ini. Keberka­han dan rahmat Allah mudah-mu­dahan senantiasa mewarnai ke­hidupan bangsa ini seperti halnya atas berkat rahmat Allah jualah bangsa ini meraih kemerdekaan.

KHUTBAH KEDUA KE-2

Kesyukuran yang tertinggi bagi kita bukan hanya bangsa ini telah meraih kemerdekaan, teta­pi kesyukuran kita selaku umat Islam adalah bahwa kita tidak sekedar menjadi penonton di­dalam mengisi kemerdekaan ini, tapi semampu mungkin menjadi pemain dan ikut ambil bagian sesuai dengan bidangnya masing-masing, sesuai dengan segmenta­si masing-masing untuk menjadi orang-orang yang bisa mencoret dan menuliskan sejarah kegemi­langan bangsa ini dimasa yang akan datang, sehingga kita akan dikenang sebagai sebuah kebaikan yang Insya Allah jika itu diteruskan oleh generasi yang akan datang, maka kita akan meraih sunah jariah ( pahala jariah ) yang tidak putus-putus meskipun kita sudah menghadap Allah swt.

Dengan semangat kemerdekaan ini, kita pertahankan keutuhan jati diri dan bangsa ini dengan nilai-nilai akhlak yang luhur dan nilai-nilai Islam Yang tinggi, hanya dengan itu, kita bisa meraih kejayaan dimasa yang akan datang. Mudah-mudahan Al­lah swt berkenan meneruskan se­jarah bangsa ini sehingga bangsa ini akan menjadi sebuah “ balda­tun thayyibatun warabbun ghaafur “ sebuah negara dan bangsa yang meraih maghfirah Allah swt dalam waktu yang bersamaan juga meraih kesejahteraan dan kedamaian selama-lamanya.

Innal hamdalillahi robbal’aalamiin wa asyhadu an laa ilaaha illahllaahu wa liyyash shalihiina wa asyhadu anna muhammadan khaatamul anbiyaai wal mursalii­na allahumma shalli ‘alaa muham­madan wa ‘alaa aali muhammadin kamaa shollayta ‘alaa ibroohiima wa ‘alaa alii ibroohiim.Wa barok ‘alaa muhammadin wa ‘alaa aali muhammadin kamaa baarokta ‘alaa ibroohiima wa ‘alaa alii ibroohiim, innaka hamiidum ma­jiid.. Ammaa ba’ad.

‘Ibaadallah innallaaha ya-muruu bil ‘adli wal ihsaan wa iitaa-i dzil qurbaa wa yanhaa ‘anil fahsyaa-i wal munkari wal baghyi yaizhzhukum la’allakum tadzak­karuun fadzkurullaaha ‘azhiimi wa yadzkurkum fastaghfirullaaha yastajib lakum, wasykuruuhu ‘alaa ni’matil latii wa ladzikrullaa­hu akbaru wa aqiimish shalah. (*)

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================