OPini-2-Irfan-Ridwan-Maksum

Oleh: IRFAN RIDWAN MAKSUM

Namun, buruknya self-governance dalam pemerintahan dae­rah di Indonesia telah tercatat, kepala dae­rah dan anggota DPRD yang men­jadi pesakitan di muka hukum marak, hubungan kedua lembaga kurang harmonis, produk regu­lasi lokal lemah, dan akhirnya pelayanan publik lokal hingga kini belum berkualitas. Desen­tralisasi sebagai instrumen mem­bawa adanya pemerintahan dae­rah dalam sebuah negara bangsa. Desentralisasi tersebut mencip­takan local self-governance. Lo­cal self-governance tersebut yang dikenal sebagai otonomi daerah. Self-governance dalam pemerin­tahan daerah harus memenuhi prinsip good governance.

Namun, local self-governance ini ditentukan paling utama oleh hubungan antara kepala daerah dan DPRD. Pada praktiknya, ke­pala daerah dapat menentukan self-governance tersebut secara dominan akibat undang-undang memberi wewenang atribusi dan delegasi. Oleh karena itu, elemen (stakeholder) lokal dalam pemer­intahan daerah aktif harus me­nentukan kebijakan lokal untuk kepentingan daerahnya sesuai koridor pemerintahan nasional. Tidak ada dominasi salah satu elemen dalam menentukan kebi­jakan lokal, terlebih menyangkut kepentingan masyarakat luas di tempatnya.

Apalagi kelompok tertentu menentukan nasib kelompok lain di tempat tersebut harus di­hindari. Inilah self-governance yang dicita-citakan dalam otono­mi daerah, yang sejalan dengan pencegahan dini konflik horizon­tal. Dapat dikatakan bahwa self-governance adalah antibodi se­gala konflik horizontal di tempat tersebut, termasuk datangnya tekanan dari elemen eksternal yang menginginkan suasana ti­dak kondusif di tempat tersebut.

Antibodi tersebut adalah po­tensi kekuatan untuk pembangu­nan ekonomi, sosial-politik, dan budaya selanjutnya. Jika cita-cita ini terwujud dalam setiap daerah di sebuah negara bangsa, bukan mus­tahil nation-building dalam negara tersebut akan menjadi kenyataan. Pembangunan lokal yang kondusif bahkan mendorong pembangunan nasional yang makin maju. Jika daerah maju, negara maju.

BACA JUGA :  JELANG LAGA MALAM INI, TIMNAS VS AUSTRALIA

Dinamika Lokal

Prasyarat terciptanya anti­bodi lokal dalam sebuah negara bangsa adalah adanya dinamika lokal yang kondusif dalam gov­ernansinya. Merujuk Neo dan Chen (2012), diperlukan agile process (proses yang andal) dan able people (manusia yang berke­mampuan) sehingga mampu untuk melakukan thinking again (berpikir ulang), thinking across (berpikir kritis), dan thinking ahead (berpikiran jauh). Neo dan Chen mengatakan pula prasyarat budaya yang tepat. Budaya yang tepat menyangkut rasionalitas masyarakatnya.

Di sini perlunya pendidikan karakter (character-building). Jadi benar kata Bung Karno, nation-building tidak dapat dilepaskan dari character-building sehingga Bung Karno menyambungkan menjadi satu nation and char­acter-building. Sebab, antibodi lokal tadi haruslah berlanjut, bu­kan sesaat. Agar tercipta antibodi antargenerasi, tidak berhenti pada generasi tertentu.

Terciptanya governansi yang dinamis membawa masyarakat lokal tidak memiliki waktu untuk berkonflik. Yang terpikir adalah bagaimana terus memajukan daerahnya agar mampu bersa­ing dengan daerah lain secara kondusif dalam pembangunan ekonomi. Memikirkan bagaimana kualitas pelayanan publik lokal yang andal agar dapat menye­jahterakan penduduknya.

Segala hal yang merugikan se­cermat dan secepat mungkin di­baca oleh sistem governansi dina­mis yang tercipta. Orang-orang berkemampuan di dalamnya terus memikirkan inovasi-inovasi agar kerugian sosial-politik-eko­nomi terhindari, bahkan men­ciptakan benefit yang secara sosial-ekonomi dan politik bisa berkelanjutan. Koridor governan­si lokal dinamis ini harus dicita-citakan oleh desainer pemerin­tahan nasional yang melingkupi elemen otonomi dan pemerin­tahan daerah. Undang-undang baru terkait pemerintahan dae­rah yang tersebar minimal di lima UU, yakni UU Pemda, UU Desa, UU Pilkada, UU Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, dan UU ASN, yang harus diturunkan dalam kebijakan operasional agar mampu mendorong terciptanya governansi lokal yang dinamis dan pro rakyat.

BACA JUGA :  KUSTA, KENALI PENYAKITNYA RANGKUL PENDERITANYA

Peran Kementerian

Kementerian Dalam Negeri bertanggung jawab dalam hal struktur kerasnya. Kementerian terkait harus berperan pula. Mis­alnya, kementerian terkait pendi­dikan menyiapkan struktur lunak dengan pendidikan karakter ma­syarakat lokal. Kementerian ter­kait desa terlibat dalam soal-soal substansial lebih mikro. Adapun Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN dan RB) menjadi penghubung struktur keras dan lunak, baik makro maupun mikro.

Kementerian PAN dan RB memiliki tanggung jawab besar dalam mendorong birokrasi lokal dan nasional yang mampu men­ciptakan governansi dinamis. Bahkan antibodi lokal dan nasion­al diinjeksi oleh unsur asam ami­no (DNA) birokrasi yang dipoles oleh kementerian ini. Semua kementerian di atas adalah alat dari pengendali pemerintahan, sebagai dirigen orkestrasi bangsa dalam memajukan diri, termasuk soal-soal otonomi dan pemerin­tahan daerah. Tanggung jawab tersebut tentu saja di tangan Pres­iden. Kita semua berharap nada harmonis nation and character-building tercipta sehingga ter­cipta kemajuan daerah-daerah di Indonesia yang membawa pada kemajuan bangsa. Semoga.

# Penulis adalah Guru Besar Tetap FIA dan Ketua Program Pascasarjana Ilmu Adminis­trasi Universitas Indonesia

============================================================
============================================================
============================================================