ahmad-agus

Oleh: AHMAD AGUS FITRIAWAN
(Guru MTs. Yamanka Kec. Rancabungur Kab. Bogor & Alumni UIN Syararif Hidayatullah Jakarta)

Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat vital bagi pembentu­kan karakter sebuah peradapan dan kema­juan yang mengiringnya.

Karena itu, sebuah peradaban yang memperdayakan akan lahir dari suatu pola pendidikan dalam skala luas yang tepat guna dan efektif bagi konteks dan mampu menjawab segala tantangan za­man.

Pendidikan yang maju tidak bisa lepas dari peran serta guru sebagai pemegang kunci keber­hasilan. Guru menjadi fasilitator atau konsultator yang bersifat sal­ing melengkapi yang melayani, membimbing, membina dengan piawai dan mengusung siswa menuju gerbang keberhasilan.

Guru mempunyai tanggung jawab menyusun strategi pem­belajaran yang menarik dan yang disenangi siswa, yakni rencana yang cermat agar peserta didik dapat belajar, butuh belajar, ter­dorong belajar, mau belajar, dan tertarik untuk terus-menerus mempelajari pelajaran.

Dalam hal ini maka seorang guru dituntut untuk dapat melak­sanakan proses pembelajaran yang efektif, kreatif dan inovatif secara dinamis dan demokratis.

Guru sebagai suatu profesi yang sangat strategis dalam pem­bentukan dan pemberdayaan anak-anak penerus bangsa, me­miliki fungsi yang semakin signifi­kan di masa yang akan datang.

Oleh karenanya, pemberday­aan dan peningkatan kualitas guru sebagai tenaga pendidik, merupakan sebuah keharusan yang memerlukan penanganan yang lebih serius.

Untuk itu pemerintah secara resmi telah mencanangkan bah­wa profesi guru disejajarkan den­gan profesi lainya sebagai tenaga profesional.

Sebagai tenaga profesional, guru diharapkan dapat melahir­kan anak bangsa yang cerdas, kritis, inovatif, demokratis dan berakhlak, serta menjadi teladan bagi terbentuknya kualitas sum­ber daya manusia yang kuat.

BACA JUGA :  SAHUR OF THE ROAD RAWAN DENGAN TAWURAN PELAJAR

Oleh karenanya untuk men­capai profesional maka peker­jaan tersebut harus memenuhi prasyarat. Pertama, kompetensi yang mengacu pada kadar ke­mampuan seorang guru dalam melakukan pekerjaan yang men­jadi tugas utamanya yaitu menga­jar (UU No. 20/2003: kompetensi akademik, pedagogik, sosial dan kepribadian).

Kedua, Kualifikasi mengacu pada jenjang pendidikan, jabatan fungsional, dan pangkat golon­gan yang dimiliki guru berkaitan dengan tuntutan pelaksanaan tu­gas/karir.

Dalam menjalankan profesi guru maka sudah semestinya semua guru memiliki spirit profe­sional berupa otonomi dalam me­nentukan tindakan terbaik yang didasari oleh teori dan konsep yang secara terus menerus divali­dasi secara empirik, self renewal capacity yaitu kapasitas untuk selalu menyempurnakan dan memperbaiki pekerjaannya me­lalui belajar/refleksi agar dapat memberikan pelayanan terbaik kepada peserta didik.

Pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan profesion­alisme guru diantaranya me­ningkatkan kualifikasi dan per­syaratan jenjang pendidikan yang lebih tinggi bagi tenaga pengajar mulai tingkat persekolahan sam­pai perguruan tinggi.

Meskipun demikian penyeta­raan dan/atau kualifikasi ini tidak bermakna banyak, kalau guru tersebut secara entropi kurang memiliki daya untuk melakukan perubahan.

Upaya lain yang dilakukan pemerintah adalah program sertifikasi. Sertifikasi guru meru­pakan upaya pemerintah dalam meningkatkan mutu guru sehing­ga pembelajaran di sekolah juga akan berkualitas.

Hal ini dengan asumsi, pen­ingkatan mutu guru akan di­barengi dengan peningkatan kesejahteraan guru sehingga di­harapkan dapat meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu pendidikan secara berkelanjutan.

BACA JUGA :  SAHUR OF THE ROAD RAWAN DENGAN TAWURAN PELAJAR

Peningkatan kesejahteraan guru dalam bentuk tunjangan pro­fesi sebesar satu kali gaji pokok bagi guru yang telah memiliki sertifikat pendidik ini, bertujuan untuk me­nentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional; me­ningkatkan proses dan mutu hasil pendidikan; meningkatkan marta­bat guru; dan meningkatkan profe­sionalimse guru.

Sertifikasi sebagai proses ilmi­ah sangat memerlukan pertang­gungjawaban moral dan akade­mis bagi pemilik sertifikat.

Selain sertifikasi upaya lain yang telah dilakukan di Indonesia untuk meningkatkan profesion­alisme guru, misalnya PKG (Pe­nilaian Kinerja Guru), dan KKG (Kelompok Kerja Guru), MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelaja­ran) yang memungkinkan para guru untuk berbagi pengalaman dalam memecahkan masalah-ma­salah yang mereka hadapi dalam kegiatan mengajarnya.

Profesionalisasi harus dipan­dang sebagai proses yang terus menerus.

Dalam proses ini, pendidikan prajabatan, pendidikan dalam ja­batan termasuk penataran, pem­binaan dari organisasi profesi dan tempat kerja, penghargaan masyarakat terhadap profesi ke­guruan, penegakan kode etik profesi, sertifikasi, peningkatan kualitas calon guru, imbalan, dll secara bersama-sama menentu­kan pengembangan profesional­isme seseorang termasuk guru.

Dengan demikian usaha me­ningkatkan profesionalisme guru merupakan tanggung jawab bers­ama antara LPTK sebagai pengha­sil guru, instansi yang membina guru (dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaab, Ke­menterian Agama, atau Yayasan), Organisasi profesi Guru (Per­satuan Guru Republik Indonesia [PGRI], Persatuan Guru Madrasah [PGM], dan masyarakat. (*)

============================================================
============================================================
============================================================